Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Covid-19 dan Tarian Sang Naga

Faktanya, tak seorang pun siap dengan perubahan sangat cepat dan menyeluruh yang sedang diusung China ke dalam ekonomi global. Bahkan orang China sendiri pun tak siap dengan dampak yang akan mereka timbulkan, pada negara mereka sendiri maupun dunia.
Sepasang orang tua beserta bayinya menggunakan pakaian pelindung saat berada di Bandara Internasional Tianhe Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, China, yang menjadi pusat wabah virus corona jenis baru COVID-19 pada Jumat (10/4/2020)./Antara/Reuters
Sepasang orang tua beserta bayinya menggunakan pakaian pelindung saat berada di Bandara Internasional Tianhe Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, China, yang menjadi pusat wabah virus corona jenis baru COVID-19 pada Jumat (10/4/2020)./Antara/Reuters

 Bisnis.com, JAKARTA – Perang ideologi secara hitam putih antara kapitalis dan komunis bisa dikatakan telah terkubur sejak rontoknya Uni Soviet pada 26 Desember 1991, yang didahului oleh mundurnya Presiden Mikhail Gorbachev sehari sebelumnya.

Namun dalam realitas politik, para eksponen besar Blok Barat dan Blok Timur yaitu Rusia, China, dan Amerika Serikat serta, pada tataran tertentu, Korea Utara tetap berperan besar dalam menggoreskan tinta di kanvas panggung politik dan ekonomi global.

Sebelum dunia dihantam pandemi Covid-19, Washington dan Beijing sedang asyik-asyiknya berperang dagang. Banyak negara berkembang yang jeli memanfaatkan dampak dari perseteruan maut antar kedua raksasa ekonomi global itu. Indonesia mungkin perkecualian karena kalah ramah dan kalah seksi di mata investor asing. Presiden Joko Widodo pun kesal dibuatnya.

Belum usai perang dagang, dunia tersentak oleh Covid-19 yang muncul pertama kali di Wuhan, China pada medio Desember 2019. Rivalitas AS-China pun tak malah surut.

Pandemi ini menampilkan perseteruan baru antara Sang Naga dan Rajawali, mulai dari penyebaran wabah, penanganan, data, vaksin hingga penyaluran dan pengiriman bantuan alat kesehatan dari China ke sejumlah negara.

Dalam tulisannya di harian Bisnis edisi 9 Mei lalu berjudul Covid-19 dan Rivalitas AS-China, Duta Besar RI untuk Austria dan Slovenia Darmansjah Djumala mengatakan bahwa Beijing memanfaatkan betul momen pandemi ini untuk lebih meneguhkan citranya di pentas dunia.

Menurut diplomat kawakan itu, China paham bahwa salah satu tolok ukur kepemimpinan global adalah kemampuan untuk membantu negara lain dalam skala luas pada saat dibutuhkan.

Itulah yang disasar China ketika mengirimkan puluhan tenaga medis dan puluhan ton peralatan kesehatan ke sejumlah negara di lintas benua, termasuk ke Indonesia.

Hal yang menarik, kata Darmansjah, semua bala bantuan itu mengalir saat AS, Uni Eropa dan negara-negara lain kewalahan menangani wabah. Pada situasi seperti ini Beijing dengan cerdik membangun narasi besar: China dengan sistem partai tunggalnya berhasil mengalahkan corona dengan cara yang padu, kuat, cepat dan efisien.

“Narasi ini seolah menyindir demokrasi Barat yang lamban, gaduh dan panik dalam mengambil keputusan,” tegasnya.

Skeptisme tentu saja juga santer disuarakan. Dari bumi Paman Sam, The New York Times edisi 31 Maret di halaman utamanya justru mempersoalkan kelambanan China dalam bertindak dalam penanganan awal pandemik.

The Economist edisi 16 April juga mempertanyakan apakah memang China layak disebut sukses dalam menangani pandemi Covid-19? “Pandemic geopolitics: Is China Winning?” Demikian judul tulisan yang diangkat.

Lalu dari sudut mana kita bisa memandang China secara lebih obyektif? Saya menemukan pandangan menarik dari James Canton, CEO dan Chairman Institute for Global Futures, dalam bukunya yang sangat terkenal bertajuk The Extreme Future (2009), khususnya dalam bab yang mengulas khusus mengenai China, Dancing Dragon: The Future of China.

Menurut dia, faktanya tak seorang pun siap dengan perubahan sangat cepat dan menyeluruh yang sedang diusung China ke dalam ekonomi global. Bahkan orang China sendiri pun tak siap dengan dampak yang akan mereka timbulkan, pada negara mereka sendiri maupun dunia.

Seakan-akan yang terjadi sekarang (Canton menganalisa hingga 2009) hingga kini adalah sebuah eksperimen fantastis yang menyentuh perdagangan, teknologi, kebudayaan, media, keuangan, dan sains.

Di masa depan (setelah 2009) dengan pertumbuhan ekonomi begitu dahsyat, terutama setelah pulih dari kontraksi usai lockdown corona, kisahnya bisa saja berbeda.

“Para pemimpin China tidak akan mampu mengendalikan pertumbuhan, kemakmuran dan kebrilianan dua miliar kapitalis yang sedang lapar [dalam artian harfiah maupun metaforik]. Dan ini baru sebagian kecil dari keseluruhan cerita,” kata Canton yang sempat lama menjadi penasihat di Gedung Putih.

Satu dari 10 kesalahan strategis yang akan menghancurkan masa depan China, menurut dia, adalah rencana-rencana yang tidak efektif dalam menghadapi risiko-risiko wabah penyakit seperti flu burung.

Namun pada saat yang sama, Sang Panda sepertinya juga tak pernah lelah untuk terus mengasah ilmunya. Baik sebagai produsen, pesaing atau konsumen, China akan melihat masa depannya ditentukan oleh inovasi.

Pada 2006 Canton memprediksi bahwa pada 2020 dunia farmasi dan perbaikan layanan kesehatan akan mewakili sebuah pasar senilai lebih dari US$20 miliar di China. Apakah ini terkait dengan penemuan virus Covid-19 dan obat untuk berbagai wabah berat lainnya yang sering terpantik dari China? Kita tunggu saja.

Saya sepakat dengan penekanan Canton bahwa kegalalan memahami arti kerja sama antara AS dan China serta luputnya peluang historis ini adalah kesalahan maha besar bagi kedua negara dan dunia secara keseluruhan.

Oleh karena itu kita harus memiliki kesiapan masa depan untuk menjalin hubungan baru dengan negeri Panda berdasarkan keamanan global, ekonomi inovasi, perdamaian. Bukankah atribut super power atau adikuasa kini tak lagi digenggam oleh kekuatan tunggal (AS).

“Sekaranglah saatnya mempelajari gerak-gerik tarian Sang Naga, sehingga kita mampu mengimbanginya,” kata Canton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Inria Zulfikar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper