Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih meyakini jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia, khususnya Jakarta jauh lebih tinggi dari data yang dipaparkan pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.
Kepada media Australia,The Sydney Morning Herald danThe Age, Anies mengatakan bahwa sejak Januari 2020, pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mendengar adanya penyakit akibat virus yang melanda Wuhan, China, yang saat itu disebut Pneumonia Wuhan.
Dengan sigap, Anies mengumpulkan pihak rumah sakit di Jakarta dan membahas seluk beluk virus ini hingga potensinya menyebar hingga Indonesia.
“Jumlahnya terus meningkat pada Januari dan Februari. Kemudian kami segera memberi tugas kepada semua pihak terkait di lingkup Pemprov DKI Jakarta untuk menangani Covid-19 ini,” katanya seperti dikutip dari The Sidney Morning Herald, Sabtu (8/5/2020).
Keputusan yang diambil sang gubernur pada Februari ini jelas jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan langkah serupa yang diambil pemerintah pusat sekitar satu bulan setelahnya.
Sayangnya, pada saat itu Pemprov DKI Jakarta tidak diizinkan melakukan pengujian spesimen secara mandiri. Walhasil, setiap spesimen yang didapatkan harus dikirim ke laboratorium pemerintah pusat untuk diperiksa.
Hasilnya? Semua spesimen dinyatakan negatif Covid-19. Seakan tidak mempercayai hasil tersebut, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini berani mengambil pandangan yang berseberangan dengan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto yang meyakini bahwa saat itu kondisi Indonesia masih baik-baik saja atau belum terpapar Covid-19.
Bahkan, hingga saat ini orang nomor satu Ibu Kota ini juga belum yakin bahwa kurva pertambahan kasus positif telah mencapai titik balik sehingga - prediksi pemerintah pusat - pada Agustus keadaan mulai kembali normal.
Anies Baswedan bersikukuh pada keyakinannya bahwa masih banyak kasus positif Covid-19 yang tidak tercatat dalam laporan harian yang disampaikan Gugus Tugas setiap hari.
Dia mengacu pada fakta bahwa jumlah jenazah yang dimakamkan di DKI Jakarta pada Maret hingga April melonjak hingga 25 persen dari rerata bulanan atau naik sekitar 1.500 kematian per bulannya. Menurutnya, naiknya angka kematian ini kemungkinan besar disebabkan oleh Covid-19.
“Kami pikir jumlah [kematian dan infeksi] jauh lebih tinggi dari apa yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Alih-alih mendukung percepatan penanganan Covid-19, DKI Jakarta telah memiliki 23 laboratorium yang mampu melakukan 3.086 tes per harinya. Selain itu, sebanyak enam dari 190 rumah sakit di Jakarta ditunjuk pemerintah pusat sebagai rumah sakit rujukan Covid-19.
Dia pun mendukung keputusan Presiden Joko Widodo yang akhirnya melarang mudik guna memutus rantai penyebaran virus, meskipun dia menyayangkan aturan itu terlambat diputuskan. Pasalnya, Anies memperkirakan sebanyak 1,6 juta orang telah meninggalkan Jakarta untuk mudik kendati jumlah itu jauh menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 7 juta orang.
Walhasil, untuk menghentikan gelombang kedua Covid-19 di DKI Jakarta, Anies akan melarang semua orang yang mudik kembali ke Ibu Kota yang diprediksi terjadi pada akhir Mei 2020.
Kendati mendapat banyak kritik pedas dari banyak pihak atas keputusan tersebut, Anies menutup rapat telinganya dan meyakini bahwa upaya itu dilakukan agar tidak semakin banyak korban jatuh akibat pandemi Covid-19.
“Saya tidak khawatir tentang apa yang dikatakan media sosial tentang kebijakan kami, saya lebih khawatir tentang apa yang akan ditulis sejarawan di masa depan tentang kebijakan kami,” ujarnya.