Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pembebasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi virus corona (Covid-19) telah menekan angka kondisi kelebihan penghuni (overcrowding) hingga 30 persen di lembaga pemasyarakatan (lapas).
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Yunaedi dalam acara diskusi online Pandemi Covid-19 dan Asimilasi Narapidana pada Rabu (6/5/2020).
Yunaedi mengatakan, sebelum adanya kebijakan asimilasi dan integrasi, Ditjen pemasyarakatan memiliki 270.231 narapidana yang tersebar di 525 lapas dan rutan. Padahal, kapasitas lapas di seluruh Indonesia hanya berjumlah 132.107 orang tahanan.
“Kami mengalami overcrowding hingga 106 persen. Tentu jumlah ini membuat potensi penyebaran virus corona di lingkungan lapas atau rutan menjadi sangat besar,” katanya.
Yunaedi melanjutkan, setelah pemberlakukan kebijakan asimilasi dan integrasi, pihaknya mulai dapat mengurangi jumlah penghuni lapas di seluruh Indonesia. Berdasarkan data dari Ditjen Pemasyarakatan, hingga 30 April 2020 jumlah penghuni lapas berkurang menjadi 232.526 orang atau angka kelebihan penghuni turun di posisi 76 persen.
Kebijakan pembebasan narapidana tersebut, tambahnya, akan terus dilanjutkan sebagai upaya pengurangan jumlah penghuni lapas dan menekan angka penyebaran virus corona di lingkungan lapas.
Baca Juga
Ia menuturkan, kelebihan penghuni lapas disebabkan oleh ketimpangan pertumbuhan penghuni dan penambahan jumlah kapasitas lapas per tahun. Setiap tahun, lapas dan rutan kedatangan sekitar 20.000 tahanan baru. Di sisi lain, penambahan kapasitas rutan hanya berada di kisaran 2.700 hunian.
“Perbandingan dua komponen itu sebesar 7,5 berbanding 1. Untuk menambah kapasitas hunian memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Untuk 100 napi, kami membutuhkan sekitar Rp130 miliar hingga Rp150 miliar,” tambahnya.