Bisnis.com, JAKARTA - Komisi III DPR meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi garda terdepan dalam mengawal dan mengawasi penyaluran bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak Covid-19 sebesar Rp405 triliun, karena rawan terhadap praktik korupsi.
Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan mengatakan besarnya potensi penyimpangan dalam bantuan tersebut adalah akibat persoalan potensi kesulitan mekanisme pendistribusian karena ada bantuan dari APBN, APBD, dan Dana Desa.
Sedangkan, di lapangan ditemukan masih banyak korban yang belum menerima bantuan.
“Saat inilah KPK menjadi lilin pemandu di depan. Berapapun dana APBN, APBD, dan Dana Desa yang disalurkan, pastikan bantuan itu sampai diterima masyarakat,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi III DPR dengan KPK yang dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR, Herman Hery dari Fraksi PDI Perjuangan, Rabu (29/4/2020).
Dia mengingatkan pencegahan korupsi harus menjadi kunci sehingga KPK bisa menjalankan fungsinya sebagai pendamping pejabat yang berwenang dalam menyalurkan bantuan.
Dengan demikian, pejabat tersebut tidak perlu diliputi rasa takut, tapi tidak menyalahgunakan dana bantuan itu.
“Apalagi ada delapan mitra kerja pemerintah yang tidak pakai tender. Potensinya besar untuk terjadi korupsi,” kata politisi Partai Demokrat itu.
Hinca juga minta KPK untuk bekerja sama dengan para anggota DPR yang lebih mengetahui persoalan di daerah pemilihan masing-masing.
Adapun Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Aboebakar Alhabsyi mengatakan potensi pidana dalam penyaluran dana bantuan untuk mereka yang terdampak wabah Cogvid-19 sangat besar.
Dia menyoroti anggaran pelatihan tenaga kerja untuk pemilik Kartu Prakerja dengan memakai jasa aplikasi seperti Ruang Guru sebesar Rp5,6 triliun.
Apalagi, ujarnya, dalam kontrak dengan aplikator itu, materi pelatihannya lebih banyak berupa tayangan video yang bisa diakses secara gratis dari akun media sosial Youtube.
Program itu sebenarnya bisa disediakan oleh kementerian terkait, katanya.
“Jangan sampai uang negara Rp5,6 triliun ini menguap. Apakah KPK menemukan persoalan ini?,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan Informasi itu akan didalaminya karena KPK harus bekerja berdasarkan fakta, bukti dan keterangan.
“Apakah betul ada persitiwa? Kami akan telaah apakah ada unsur pidana atau bukan. Kalau ada maka kami akan kejar,” katanya.