Bisnis.com, JAKARTA - Polemik tunggakan enam bulan gaji panitia Asian Games (INASGOC) periode Januari-Agustus 2016 bikin Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) angkat bicara. Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot S Dewa Broto berkata kejadian itu bukanlah sesuatu yang disengaja.
"Kami tidak ada maksud menahan dan mempersulit. Ini terjadi karena tidak ada yang menjamin bila itu diberikan tak ada masalah hukum," tutur Gatot saat dikonfirmasi Bisnis, Selasa (28/4/2020).
Menurut Gatot, anggaran untuk penggajian dan pemberian bonus sebesar Rp12 miliar sudah ada di Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Dana dan Usaha Keolahragaan (BLU LPDUK) Kemenpora.
Hanya saja, setelah dievaluasi oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) anggaran itu tak bisa cari sepenuhnya. BPKP beranggapan duit yang hanya bisa cari ke panitia cuma Rp12 miliar.
"Kalau auditor bilang yang berhak mendapat honor cuma sekian orang, siapa yang bisa menjamin tak ada gugatan bila semua kami paksa serahkan?," sambungnya.
Pertengahan 2019 lalu, Gatot berkata perkara ini sudah sempat diperjuangkan ke BPKP. Eks Menpora Imam Nahrawi juga sudah memberi instruksi agar Gatot berkirim surat ke Kejaksaan Agung.
Baca Juga
Namun, sampai saat ini belum ada hasilnya karena ada kesalahan dalam surat tersebut dan di tengah jalan ada pergantian menteri.
Respons Gatot muncul setelah adanya petisi di laman Change.org yang diajukan oleh salah seorang panitia INASGOC. Dalam petisi berjudul "Bayarkan Gaji dan Insentif Panitia Asian Games 2018" tersebut, mereka mempetisi Kemenpora, Kementerian Keuangan dan Komisi X DPR-RI untuk segera menuntaskan masalah tunggakan honor yang ada.
Menurut klaim pembuat petisi, honor yang tertunggak sebagian besar adalah kewajiban pembayaran untuk panitia yang bekerja pada periode Januari-Agustus 2018. Total ada 750 orang dengan taksiran biaya Rp27,1 miliar.
Menanggapi petisi itu, Gatot tak bisa menjanjikan kapan dana akan cair. Namun, bakal mengupayakan segalanya agar sesuai dengan prosedur, sehingga tidak menyalahi aturan negara.
"Kalau asal kami berikan, bisa jadi masalah di BPK [Badan Pemeriksa Keuangan]," tandasnya.