Bisnis.com, JAKARTA – Pengacara di Amerika Serikat telah meluncurkan tindakan hukum yang menuntut China membayar triliunan dolar atasi pandemi global virus corona baru atau Covid-19 yang terjadi.
Class action yang melibatkan ribuan penggugat dari 40 negera itu menuntut ganti rugi dengan tuduhan para pemimpin China telah lalai membiarkan wabah pandemi terjadi dan juga menutupi informasi yang dimiliki.
Tuduhan lainnya yang dilayangkan ke China juga terjadi atas nama petugas medis dan kesehatan yang menuduh negara Tirai Bambu itu telah menimbun persediaan medis yang diperlukan dalam penanganan pandemi Covid-19.
Adanya tantangan hukum terkait wabah ini meningkatkan tekanan pada Persiden China Xi Jinping untuk bertanggung jawab penuh atas tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan negaranya.
United Nations (Perserikatan Bangsa-Bangsa) juga menyerukan untuk mengadakan penyelidikan guna mengetahui bagaimana virus corona itu bisa menyebar di kota Wuhan, China dan dalam waktu singkat meluas ke seluruh negara di dunia.
Langkah ini mengikuti peringatan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Dominic Raab pada pekan lalu. Dia menyatakan bahwa hal ini tidak bisa dianggap enteng setelah adanya krisis global dari pandemi Covid-19.
Pada akhirnya, China menghadapi tuduhan sengit bahwa mereka telah menekan informasi dan data, memblokir beberapa tim ahli kesehatan masyarakat dari luar, dan membungkan para dokter yang berusaha memperingatkan tentang epidemi ini.
Hingga saat ini, masih belum diketahui apakah sumber virus itu adalah pasar yang menjual hewan-hewan hidup seperti yang diklaim oleh China, atau ada keterkaitan dengan masalah keamanan yang ada di laboratorium virologi Wuhan seperti yang dituduhkan banyak pihak.
Adapun, klaim hukum dari Amerika Serikat diluncurkan oleh Berman Law Group, sebuah perusahaan yang berbasis di Miami. Chief Strategist Berman Law Group, Jeremy Alters mengatakan bahwa para pemimpin China harus bertanggung jawab atas tindakan mereka.
“Tujuan kami adalah untuk mengungkp kebenaran. 3 tahun lalu, firma memenangkan kasus US$1,2 miliar melawan China atas pembuatan bahan bangunan yang rusak,” katanya seperti dikutip Daily Mail, Senin (20/4).
Dia berpendapat, kendati negara memiliki kekebalan hukum tetapi ada pengecualian di bawah hukum Amerika Serikat untuk kerusakan pribadi atau properti dan untuk tindakan di luar negeri yang berdampak pada bisnis di perbatasan mereka sendiri.
Penggugat lainnya termasuk Olivier Babylone, seorang agen perumahan dari Croydon, Inggris yang pendapatannya turun dua per tiga dan dirinya harus di rawat di rumah sakit pada awal bulan ini karena virus corona.
Ada juga Lorraine Caggiano, administrator dari New York yang mengidap virus bersama dengan sembilan anggota keluarga lainnya setelah menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dia menyebut tindakannya ini bukan untuk uang, tetapi menjadi gerakan simbolis untuk melawan.
Sementara itu, pengacara hak asasi manusia Inggris, Geoffrey Robertson menyerukan agar PBB mengatur penyelidikan tentang asal usul Covid-19. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan lantaran World Health Organization telah gagal dalam tugasnya terkait penanganan pandemi.
Robertson yang juga mantan hakim banding di PBB mengatakan bahwa konsekuensi dari tidak menangani virus pada tahap awal telah menjadi bencana dan fakta-fakta yang ada mengalami distorsi oleh propagandan dan penilaian politik.
“Kesejahteraan internasional kami menuntut laporan yang independen dan obyektif tentang bencana ini. Bukan untuk mengalokasikan kesalahan tetapi untuk menulis sejarah yang sebenarnya dan belajar dari pengalaman,” katanya.