Bisnis.com, JAKARTA – Penyitaan aset emiten mencuat ke permukaan setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya. Gara-gara kasus ini, Kejagung menyita aset salah satu tersangka Benny Tjokrosaputro.
Celakanya, aset itu ternyata milik PT Hanson International Tbk. (MYRX), perusahaan yang dikendalikan Benny. Itu artinya, aset ini milik Hanson, yang pemegang sahamnya bukan hanya Benny.
Analis pasar modal Reza Priyambada menuturkan kasus Jiwasraya adalah kasus kesalahan investasi. Itu artinya, Kejagung seharusnya fokus membongkar dugaan korupsi di sini, jangan melebar ke penyitaan aset emiten.
“Jadi, jika ada yang menyalahi prosedur investasi, ya ditindak. Kalaupun mau menyita aset, ya milik Jiwasraya, bukan aset emiten yang sahamnya dipegang,” kata dia di Jakarta, Senin (20/4/2020).
Menurut dia, Kejagung baru bisa menyita aset emiten, jika memang sudah dibeli Jiwasraya. Selama yang dibeli hanya saham, penyitaan aset emiten keliru.
Dia khawatir penyitaan aset emiten menjadi preseden buruk ke depannya. Artinya, orang akan berani membeli saham berisiko tinggi, sebab yang dihukum nantinya adalah pemegang saham pengendali, bukan pembeli saham. Padahal, yang seharusnya bertanggung jawab adalah pembeli saham.
Sementara itu, analis saham Hans Kwee memahami Kejagung berniat memburu aset emiten tertentu untuk membayar klaim kepada nasabah Jiwasraya, apalagi dalam kondisi wabah Covid-19 saat ini.
Namun, dia menilai aset emiten tidak bisa disita, ketika sahamnya turun dan merugikan pembeli. Kalaupun mau menyita barang, Kejagung hanya bisa menyita saham milik orang yang bersangkutan, bukan asetnya. Sebab, aset dan saham adalah hal yang berbeda.
Dalam dokumen rincian saham Jiwasraya, BUMN asuransi ini hanya memegang 2,13% saham Hanson. Jumlahnya mencapai 1,8 miliar saham Hanson dengan nilai pasar Rp 92,3 miliar.
Hal menarik tak ada kepemilikan saham langsung Jiwasraya di saham Hanson. Saham Hanson menjadi underlying reksa dana yang dipegang Jiwasraya. Dalam setahun, saham MYRX turun 57%.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya mengumumkan potensi kerugian negara (PKN) dalam pemeriksaan investigasi Jiwasraya.
Hasilnya, jumlah PKN yang dihitung BPK mencapai Rp16,81 triliun, beda tipis dari proyeksi awal Kejagung Rp17 triliun. Dari jumlah itu, kerugian investasi di saham Rp4,65 triliun dan reksa dana Rp12,16 triliun.
Utang klaim Jiwasraya mencapai Rp16,7 triliun per Februari 2020, naik dari 31 Desember 2019 Rp12,4 triliun.
Kejagung terus melakukan pemburuan aset milik Benny Tjokrosaputro. Tim penelusuran aset Korps Adhyaksa kembali memasang pelang sita di Kabupaten Tangerang sebanyak 38 titik dan Kabupaten Bogor sebanyak 340 titik.