Bisnis.com, JAKARTA – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 yang mengatur tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia dinilai belum memiliki daya paksa yang kuat untuk dapat ditaati masyarakat.
Dalam laporan April 2020, Peneliti bidang hukum The Indonesian Institute Muhammad Aulia Y. Guzasiah mengatakan PP Nomor 21/2020 yang diterbitkan pada 31 Maret 2020 lalu sekadar formalitas belaka.
Menurutnya, ada beberapa kelemahan yang dimiliki peraturan ini. Pertama, PP Nomor 21/2020 tidak memiliki daya paksa yang dapat memastikan efektivitas pelaksanaan PSBB.
Dia menilai, seharusnya pemerintah turut mengatur sanksi dan daya paksa yang ada dalam ketentuan tersebut agar ditaati oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dia mengatakan Indonesia dapat belajar dari Belanda yang menerapkan kebijakan denda. Negeri Kincir Angin itu juga melakukan kebijakan serupa dengan PSBB milik Indonesia. Perbedaannya, pemerintah Belanda melengkapinya dengan denda (administrative fines) terhadap setiap subjek yang melanggar ketentuan physical distancing.
Dalam ketentuan tersebut, bila yang melanggar merupakan entitas orang, maka otoritas Belanda akan menerapkan denda yang besarannya dapat mencapai 400 Euro. Sementara bagi rechtspersoon atau badan hukum, seperti perusahan, besarannya dapat mencapai 4.000 Euro.
Baca Juga
Dia melanjutkan, hal ini seharusnya dapat dijadikan pembelajaran jika ingin penerapan PSBB bisa berjalan efektif dalam minggu-minggu selanjutnya.
“Namun kebijakan ini juga harus disesuaikan baik dari sisi jumlah maupun parameter pelanggarannya. Sebab, bisa jadi pelanggar adalah orang miskin yang kehidupannya justru akan semakin sulit akibat pengenaan denda,” katanya, Senin (20/4/2020).
Permasalahan kedua, dari segi judul dan peruntukannya, PP Nomor 21/2020 terlihat tidak bersesuaian dengan maksud Undang-undang Induknya, yakni UU Nomor 6/2018018.
Kebijakan PSBB itu sendiri, sebenarnya merupakan salah satu dari empat skenario yang dapat diterapkan dalam rangka melakukan tindakan mitigasi faktor risiko di wilayah yang telah ditetapkan berstatus KKM. Adapun tiga skenario kebijakan lain yang diatur, berbentuk Karantina Rumah, Karantina Wilayah, dan Karantina Rumah Sakit.
Untuk dapat melaksanakan keempat skenario kebijakan ini, Pasal 60 UU Nomor 6/2018 menyatakan Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan pelaksanaan Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar diatur dengan Peraturan Pemerintah.
“Artinya, pembentukan Peraturan Pemerintah yang dimaksud seharusnya masih berisikan ketentuan-ketentuan umum terkait dengan keempat skenario kebijakan tersebut,” pungkasnya.