Bisnis.com, JAKARTA - Industri pertambangan Afrika Selatan dapat kehilangan lebih dari 45.000 pekerjaan selama lockdown nasional yang berkepanjangan dalam upaya untuk memerangi virus Corona.
Dilansir melalui Bloomberg, Presiden Cyril Ramaphosa telah memutuskan periode lockdown akan diperpanjang dua pekan dari rencana awal selama 21 hari. Itu artinya sebagian besar lokasi tambang akan tutup hingga akhir bulan ini.
Menurut Dewan Mineral Afrika Selatan, lockdown berkepanjangan dapat membatasi produksi sebesar 15 persen yang mengancam kelangsungan operasi marjinal.
"Periode lockdown yang lebih lama, dengan produksi yang lebih rendah dan tidak ada mekanisme untuk mendukung industri, dapat menempatkan 10 persen tenaga kerja dalam risiko, dan ini tidak termasuk pekerjaan di industri pemasok," kata dewan yang mewakili penambang utama, seperti dikutip melalui Bloomberg, Kamis (16/4/2020).
Kebijakan lockdown berlaku pengecualian untuk operasi yang lebih mekanis seperti tambang bijih besi yang di dijalankan oleh Anglo American Plc. Namun, pembatasan ini merugikan tambang emas dan platinum yang melibatkan banyak tenaga kerja.
Pemerintahan Ramaphosa akan melakukan pertemuan lanjutan pekan depan untuk membahas upaya-upaya untuk menggerakkan kembali ekonomi yang terpukul, dengan salah satu tingkat pengangguran tertinggi di dunia.
Baca Juga
Di sisi lain, juru bicara Impala Platinum Holdings Ltd. Johan Theron, menyampaikan bahwa penambang tidak siap untuk membayar upah di luar kebijakan lockdown yang awalnya berlaku untuk 21 hari.
"Di luar itu, pekerja harus mencari alternatif lain seperti mendekati lembaga pemerintah untuk mendapatkan bantuan," katanya.
Masalah lain pun muncul, meskipun perusahaan telah menerima izin pemerintah untuk melanjutkan operasi parsial di beberapa tambang, polisi justru menghalangi pekerja untuk kembali. Lebih dari 450.000 pekerja tambang dikirim pulang ketika lockdown dimulai.
"Semakin cepat tambang diizinkan untuk kembali dibuka, semakin banyak operasional yang akan bejalan. Jika terus diundur, semakin tinggi risiko unutk melanjutkan operasional tambang," ujarnya.