Bisnis.com, JAKARTA — Sandyawan Sumardi sudah begitu lama bergelut dengan aktivitas sosial. Sosok yang lekat sebagai seorang pemerhati dan pegiat kemanusiaan di Indonesia.
Bersama Romo Mangunwijaya, dia mendampingi masyarakat yang kurang beruntung dan terpinggirkan di Yogyakarta sejak 1980. Di Jakarta, pertengahan dekade 90, dia pun menekuni kerja kemanusiaan dan mendampingi kaum yang kurang beruntung dan prasejahtera. Pun hingga kini.
Di tengah merebaknya virus corona atau Covid-19, Sandyawan juga turut aktif melalui aksi bertajuk 'Rumah Solidaritas Kemanusiaan Warga Jakarta' (RSKWJ). Untuk mengetahui lebih jauh pandangannya terkait penyebaran wabah dan aksi kemanusiaan yang digalakannya saat ini, Bisnis berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan Sandyawan, Selasa (7/4/2020).
Berikut petikan wawancaranya:
Di tengah masa merebaknya pandemi Covid-19 ini, apa yang kemudian menjadi perhatian Anda?
Covid-19 ini akan menyerang siapa pun juga. Tidak pandang kelas ekonomi, semua bisa terdampak. Kami lihat di sekitar, terutama komunitas-komunitas yang kami dampingi, di hari-hari ini, yang paling terdampak langsung adalah masyarakat kecil.
Mereka berhadapan dengan pertanyaan mendasar ihwal perkara bisa makan atau tidak. Pertanyaan itu beralasan karena mereka minus akses. Kelas yang berada di ujung mata rantai ekonomi masyarakat.
Di Klender, Kecamatan Duren Sawit, misalnya, ada sekitar 7 warga pemulung yang selama ini mengumpulkan sampah, mendaur ulang dan menyetorkan kepada pengepul. Hari ini, mereka sudah mengumpulkan banyak karung ternyata tidak bisa dijual karena pengepulnya tutup. Sederhana sekali tetapi dampaknya sangat signifikan bagi keluarga mereka untuk hidup.
Hingga Selasa, 7 April 2020, Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat kasus positif Covid-19 mencapai 1.395 orang, 69 orang di antaranya sembuh dan 133 orang meninggal dunia. Berhadapan dengan statistik itu, bagaimana Anda melihat kondisi ini?
Indonesia merupakan salah satu negara yang tidak jujur dengan data terkait Covid-19. Pemerintah menutup informasi publik dan tidak berani mengungkap fakta yang sesungguhnya. Hal itu sangat kelihatan sebab menjadi korban adalah masyarakat kecil kebanyakan.
Lihat saja jumlah angka kematian yang dikebumikan dengan protokol Covid-19 meningkat begitu dahsyat jumlahnya. Belum pernah angka di DKI Jakarta yang diumumkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, begitu tinggi.
Memang tak berarti positif Covid-19, tetapi angka ini cukup mencurigakan karena bisa tiga kali lipat dari biasa. Angka kematian itu begitu membingungkan.
Bagaimana Anda melihat penanganan Covid-19 yang ditempuh oleh pemerintah dan berbagai pihak lainnya?
Sekarang saatnya kita memandang penuh pada nyawa manusia. Jangan dipandang sebagai angka.
Saya sangat prihatin dengan kampanye-kampanye soal herd immunity yang sekarang justru dikembangkan. Bahkan banyak oleh pendukung pihak pemerintah digunakan untuk mencurigai kalangan yang berteriak lockdown atau karantina wilayah.
Dengan herd immunity itu, kita tidak peduli dengan siapa yang harus mati sebagai korban. Butuh jutaan orang menjadi tumbal sehingga terbentuk imun komunitas. Cara memandang seperti ini berbahaya karena manusia hanya dilihat sebagai angka.
Bukan masalah kebaikan moral, tetapi lebih pada strategi perlawan terhadap wabah ini. Karena semua yang tumbang atau kedodoran itu pemerintahnya meremehkan atau besar kepala, seperti di Italia contohnya.
Di Indonesia, saya heran dengan ibu Khofifah yang menyatakan bangga bahwa di Surabaya sudah berlangsung proses herd immunity. Perlu dicatat, yang paling menjadi korban itu masyarakat kecil atau masal yang tidak memiliki akses. Pasalnya, dalam herd immunity tentu saja yang mendapat penanganan adalah mereka yang punya keistemewaan untuk rumah sakit.
Presiden Joko Widodo menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat pada pekan lalu. Bagaimana bapak melihat langkah yang diambil pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran? Apakah ini langkah yang tepat untuk diambil sejauh ini?
Ini semacam protokol pandemi dan kebijakan untuk mewujudkannya belum ada berupa penerbitan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis). Birokrasinya terlalu panjang. Kenapa tidak karantina wilayah atau lockdown saja? Pasalnya, memang di lapangan membutuhkan itu.
Pengertian lockdown apa sih? Jangan dipandang secara politis, tetapi dipandang secara teknis untuk pencegahan wilayah. Karantina wilayah.
Saya kira tidak tepat sekali memandang segrerasi politik dalam masa-masa wabah seperti ini. Tidak bijak.
Misalnya terkait mudik. Kebijakannya nanggung sekali dan dari segi itu mengerikan sekali dampaknya bagaimana penularan virus bisa terjadi secara akumalatif dan tidak terdata.
Kenapa PSBB tanggung?
Menurut saya, bikin secepat mungkin petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis), yang sederhana. Jangan nanggung atau semacam dijanjikan tetapi tidak diwujudkan.
Jangan asik dengan pernyataan-pernyataan publik, membuat siaran-siaran pers tetapi implementasi di bawahnya lambat sekali. Ini seperti tidak menghadapi darurat kemanusiaan.
Sering kali yang disoroti itu orang-orang kecil yang tidak sadar karena mereka physical distancing-nya lemah. Namun perlu diingat, mereka harus keluar dan bekerja. Jika tidak bekerja, mereka bisa mati. Mereka lebih disoroti ketimbang lambatnya pihak pemerintah dalam bekerja.
Pemerintah menyiapkan anggaran dan berbagai program untuk mendukung para pekerja informal dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak. Bagaimana Anda melihat langkah ini?
Langkah insentif itu bagus-bagus saja dan memang harus segera diimplementasikan. Namun, kita tahu selama ini dan dari pengalaman bahwa birokrasi untuk sampai pada subjek sasaran itu sulit sekali. Belum lagi, pengetahuan masyarakat soal teknis akses pada bantuan itu sendiri sulit.
Mereka tidak tahu jika ada bantuan seperti itu. Seandainya tahu, mereka juga tidak bisa mengakses, karena birokrasinya jauh sekali.
Anda menginisiasi RSKWJ. Boleh Anda ceritakan awal pembentukannya dan bagaimana cara kerjanya?
RSKWJ pada dasarnya adalah sebuah gerakan solidaritas kemanusiaan melalui kerja nyata para relawan kemanusiaan yang berikhtiar dalam situasi darurat ini untuk menyebarluaskan kesadaran akan cara-cara pencegahan virus corona secara swadaya.
Itu direalisasikan melalui ajakan dan inisiatif membuat cairan antiseptik untuk hand sanitizer dan membuat masker secara mandiri oleh komunitas-komunitas warga.
Selain itu, RSKWJ juga melakukan gerakan saling berbagi sembako dan makanan sehat yang dikumpulkan dengan sistem 'food banking'. Kami berinisiatif menjadi fasilitator koordinatif untuk pendayagunaan makanan sisa namun layak makan dan sehat.
Makanan sisa ini terutama sayuran dan buah-buahan dan sumbangan dari berbagai sumber, mulai dari pabrik makanan, restoran, toko sayuran dan buah, hingga komunitas profesional dan rumah tangga.
Kami ingin menjadi fasilitator pemberdaya antara masyarakat yang berlebihan makanan sehat dengan masyarakat yang membutuhkan, utamanya komunitas-komunitas miskin urban.
Saya percaya solidaritas kemanusiaan masih tinggi. Ini datang dari pengalaman kami beberapa kali sejak Tragedi Mei, Bencana Tsunami, dan sebagainya.
Saya biasa menggalang kerja sama menginisiasi gerakan kemanusiaan seperti ini.
Salah satu kegiatan yang dijalankan dalam aksi RSKWJ yang digerakan Sandyawan Sumardy/ Facebook Sandyawan Sumardi
Siapa saja terlibat dalam RSKWJ dan berapa jumlahnya?
Itu sebetulnya kami saja yang kerja. Hanya saja kami mengikutsertakan pasukan ojol yang kebetulan kami kenal. Mereka kami bayar dua kali lipat untuk kerja-kerja ini.
Apa fokus kerja solidaritas dari RSKWJ? Dan kepada siapa kegiatan ini difokuskan?
Selama ini yang mendapatkan bantuan kami fokuskan kepada ojol, kemudian orang-orang pinggiran, tukang koran, pemulung di sekitar Kampung Melayu, termasuk di Bukit Duri, Kampung Melayu, Kebun Pala, dan juga Kampung Sumur, Klender.
Fokus kami, bagaimanapun juga adalah masyarakat miskin urban kurang atau tidak punya akses untuk memeriksakan diri ke rumah sakit karena mahalnya biaya. Mereka jauh dari hidup higienis bahkan untuk memikirkan bisa melakukan physical distancing.
Ya, karena tempat pertarungan hidup mencari nafkah sehari-hari sering sulit untuk mewujudkan itu semua. Saudara-saudara kita warga urban ini pada umumnya jauh dari hand sanitizer dan masker.
Berkaitan dengan momen wabah ini, apa yang bapak harapkan dari kerja-kerja kemanusiaan?
Entah dengan segala kontroversi pendanaan yang sering dicibir oleh masyarakat atau mempolitiasisi kerja-kerja kemanusiaan, sekarang ini menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk sadar bagaimana pun juga nyawa manusia dan kepentingan publik itu yang utama ketimbang akumulasi modal.
Maka RSKWJ sekaligus mengharapkan momentum krisis bangsa ini kita gunakan untuk kembali menghidupkan koperasi swadaya masyarakat sebagaimana diajarkan oleh Bung Hatta.