Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad tiba-tiba meletakkan jabatan yang sedang diembannya. Hal itu tak pelak memancing sejumlah pertanyaan.
Ketika dinamika politik di Malaysia menuju ke arah ketidakpastian setelah Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad mengundurkan diri pada Senin, pria yang menjadi tokoh sentral dalam pergulatan politik paling mutakhir di Negeri Jiran itu justru terkesan diam.
Ada apa dengan politik Malaysia setelah sebelumnya Presiden Parti Keadilan Rakyat (PKR) Anwar Ibrahim disebut-sebut akan menggantikan perdana menteri berusia 94 tahun itu?
Bahkan setelah memicu keriuhan politik dengan menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai perdana menteri (PM) dan sebagai presiden partai Bersatu kepada raja Malaysia, Mahathir bergeming. Padahal, apa yang dilakukannya telah memicu reaksi berantai dari sejumlah partai politik yang tergabung dalam koalisi Pakatan Harapan (PH) dan menteri kabinet yang telah dibebastugaskan.
Mahathir tetap tidak menjelaskan secara rinci mengapa mengambil keputusan yang mengagetkan negara dengan sistem pemerintahan monarkhi parlementer tersebut.
Mahathir jadi Kingmaker
Baca Juga
Serangkaian peristiwa juga telah memicu ketidakpastian di banyak tempat. Bukan hanya soal politik, tentunya hal itu juga akan berdampak luas terhadap sejumlah sektor penting lainnya termasuk ekonomi.
Sejumlah analis politik mengatakan bahwa hal yang pasti saat ini adalah Mahathir memegang semua kartu untuk memutuskan siapa yang akan membentuk pemerintahan berikutnya.
Menariknya, kedua pihak yang berseteru di dunia politik Malaysia, antara PH dengan apa yang disebut sejumlah kalangan sebagai koalisi baru telah menyatakan dukungan mereka kepada Mahathir.
Koalisi baru terdiri atas Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu) yang sebelumnya dipimpin Mahathir sebelum mundur, Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), Parti Islam Se-Malaysia (PAS) serta Parti Keadilan (PKR) sempalan yang dipimpin oleh Azmin Ali dan partai lainnya. Azmin merupakan Menko Perekonomian di dalam kabinet Mahathir.
Kondisi itulah yang membuat Mahathir pada dasarnya adalah seorang kingmaker. Dia menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk menentukan nasib politik Malaysia, menurut Profesor Ahmad Martadha Mohamed dari Universiti Utara Malaysia seperti dilansir ChannelNewsAsia.com, Selasa (25/2/2020).
“Mahathir telah mengundurkan diri sebagai PM dan partai Bersatu juga telah meninggalkan PH. Artinya dia tidak lagi bertanggung jawab kepada Pakatan Harapan (PH),” kata Martadha.
Karena itulah Martadha berkesimpulan tidak ada yang bisa memaksa Mahathir ke dalam perjanjian suksesi, apalagi kepada Anwar Ibrahim. Dia bisa memulai dari awal lagi dan memetakan nasib Malaysia, kata Martadha.
Malaysia butuh pemimpin kuat
Realitas yang ada menunjukkan bahwa pengalaman dan bakat Mahathir sebagai pemimpin yang cakap dan kuat, telah membuatnya mendapatkan dukungan dari semua pihak.
"Di negara Malaysia saat ini, dengan ekonomi dan penyebaran COVID-19, negara membutuhkan pemimpin yang cakap, dan semua orang mengatakan Mahathir adalah orang yang tepat untuk tugas itu," kata Martadha.
Akademisi Oh Ei Sun, seorang Senior Fellow dari Singapore Institute of International Affairs, menyampaikan analisa serupa. Dia mencatat bahwa Mahathir telah memperkuat tangannya justru dengan mengundurkan diri sebagai perdana menteri dan posisinya sekarang lebih kuat dari sebelumnya.
"Dia menikmati dukungan dari semua pihak ...dia adalah perekat bagi kedua koalisi untuk bekerja sehingga peluang baginya untuk melanjutkan sebagai perdana menteri sangat tinggi,” kata Oh.
Profesor James Chin, direktur Asia Institute Tasmania di University of Tasmania, mengatakan bahwa keputusan Mahathir untuk mengundurkan diri pada Senin adalah murni keputusan taktis. Artinya, dia tidak pernah ingin menyerahkan tongkat estafet kepada presiden PKR Anwar Ibrahim.
Menurut Chin, Mahathir telah menyetujui perjanjian suksesi PH untuk menyerahkan jabatan perdana menteri kepada Anwar sebelum pemilihan pada Mei 2018 karena dia membutuhkan bantuan PKR, Partai Aksi Demokratik (DAP) dan Parti Amanah Negara (Amanah). "Tujuannya satu, yakni untuk menggulingkan mantan perdana menteri Najib Razak dan koalisi Barisan Nasional,” kata Chin.
“Sebelum pemilu, semua orang berkumpul karena semua orang ingin menyingkirkan Najib. Anda tidak dapat menahan keinginan mereka karena sebelum pemilu 2018, Najib telah merusak Malaysia karena kasus korupsi 1MDB (1Malaysia Development Berhad),” kata Chin.
Sejarah pahit Mahathir dan Anwar
Selain itu, Chin mengatakan sejarah pahit antara Mahathir dan Anwar menunjukkan bahwa suksesi tidak akan pernah terjadi di antara mereka.
“Konsensus umum di Kuala Lumpur adalah bahwa Anwar tidak akan menjadi perdana menteri tahun ini atau tahun depan dan mungkin juga akan kehilangan kesempatan untuk menjadi perdana menteri di masa depan juga,” katanya.
Karena itulah Chin sependapat dengan Martadha bahwa selama Mahathir yang bertanggung jawab dan menjadi kingmaker maka dia akan mencoba untuk menyerahkan posisi perdana menteri kepada orang lain.
Dia juga mencatat bahwa sejak Anwar dipecat sebagai wakil perdana menteri oleh Mahathir pada tahun 1998, jelas bahwa Mahathir berpikir bahwa Anwar adalah orang yang tidak tepat untuk memimpin Malaysia.
Sebagai catatan, Anwar adalah wakil perdana menteri Mahathir sampai dia dipecat pada tahun 1998 dan kemudian dipenjara karena didakwa melakukan korupsi dan tindakan kejahatan seksual sodomi meski kedua tuduhan itu dibantahnya.
Anwar dijebloskan ke penjara lagi karena hukuman sodomi kedua pada tahun 2015 dan diberikan grasi kerajaan setelah PH memenangkan Pemilu 2018.
Dalam kondisi seperti sekarang, Anwar tidak akan memiliki jumlah dukungan yang cukup untuk membentuk pemerintahan tanpa dukungan Mahathir, kata Martadha.
Martadha menyebutkan bahkan jika anggota PKR yang tersisa, DAP dan Amanah ada di pihak Anwar, koalisi itu tidak akan memiliki cukup kursi untuk memimpin mayoritas sederhana untuk membentuk pemerintahan.
"Peluang Anwar untuk menjadi perdana menteri berikutnya sangat kecil," kata Martadha.
Sedangkan Oh mengatakan bahwa Anwar hanya akan mendapat kesempatan jika dia mendapatkan dukungan dari Mahathir. Anwar juga akan membutuhkan dukungan dari anggota parlemen dari Parti Warisan Sabah dan Gabungan Parti Sarawak (GPS).
"Ini sangat tidak mungkin...tapi mungkin dia bisa melakukan ini dengan mayoritas yang sangat tipis," kata Oh.
Akankah UMNO kembali berkuasa?
Mengutip sumber dari partai Bersatu, Martadha mengatakan jika Mahathir setuju untuk membentuk pemerintahan baru dengan partai Bersatu, PAS, UMNO dan pihak lain maka mantan perdana menteri Najib Tun Abdurazak dan pemimpin UMNO Ahmad Zahid Hamidi tidak akan diikutkan. Pasalnya, mereka tengah diadili karena kasus korupsi.
“Mungkin, yang akan terjadi adalah pemerintah akan membiarkan proses hukum berlanjut, dan tidak akan ada perlakuan khusus untuk mereka,” katanya.
Artinya, tuduhan mereka tidak akan dibatalkan dan itulah syarat yang mungkin akan diberikan Mahathir baginya untuk bisa memimpin koalisi baru.
Lalu, akankah Mahathir kembali menjadi perdana menteri Malaysia setelah mengundurkan diri? Atau Anwar yang naik tahta menggantikan Mahathir setelah menunggu selama 22 tahun?
Kita tunggu dinamika politik terkini negara jiran tersebut!.