Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Virus Corona dan Ancaman Iklim Jadi Topik Dominan di Pertemuan G20

Pertemuan menteri keuangan dan bank sentral negara-negara G-20 di Arab Saudi seharusnya menandai kelegaan bagi para kepala keuangan global setelah ketegangan perdagangan mereda dan ekonomi global mulai stabil.
Peserta G20 dalam pertemuan Digital Economy Task Force di Riyadh, Arab Saudi, 1 - 2 Februari / G20
Peserta G20 dalam pertemuan Digital Economy Task Force di Riyadh, Arab Saudi, 1 - 2 Februari / G20

Bisnis.com, JAKARTA – Pertemuan menteri keuangan dan bank sentral negara-negara G20 di Arab Saudi seharusnya menandai kelegaan bagi para kepala keuangan global setelah ketegangan perdagangan mereda dan ekonomi global mulai stabil.

Namun sebuah risiko baru yang besar telah muncul: wabah virus corona, dan setiap hari menguras harapan bahwa epidemi akan cepat diatasi. Wabah ini telah membunuh lebih dari 2.400 orang dan menginfeksi hampir 80.000 di seluruh dunia, dengan semakin banyak negara melaporkan kasus baru.

Kejatuhan ekonomi menjadi topik bahasan dominan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Berikut adalah sejumlah kesimpulan pada pertemuan yang berlangsung pada 23-23 Februari 2020 di Riyadh tersebut, seperti dikutip Bloomberg.

Sementara itu, sebulan yang lalu, IMF menjabarkan alasan sederhana mengenai optimisme prospek ekonomi tahun 2020. Namun akhir pekan lalu, dana moneter internasional ini memberikan pandangan lain.

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan IMF memangkas 0,1 poin persentase dari perkiraan pertumbuhan global akibat virus corona. Selain itu, mereka melihat skenario yang lebih “mengerikan.”

"Kami tidak tahu apa yang akan menjadi langkah selanjutnya jika epidemi akan berubah menjadi pandemi atau tidak," Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan kepada Bloomberg TV.   "Tapi kita harus siap," tambahnya.

Para peserta pada pertemuan G20 sepakat terhadap 'menu opsi kebijakan' untuk menghadapi keadaan darurat, tetapi mereka hanya memberikan sedikit rincian dalam pernyataan bersama mereka.

Pertemuan menghasilkan putaran lain dalam debat jangka panjang mengenai siapa yang harus memimpin jika diperlukan lebih banyak stimulus.

Keadaan bank sentral cukup jelas: cadangan mereka hampir kosong dan pemerintah, terutama dengan surplus neraca, perlu meningkatkan upaya dan melakukan apa yang harus dilakukan.

"Ada perasaan bahwa jika campuran kebijakan perlu diperkuat dalam menghadapi virus corona, itu tidak bisa hanya soal kebijakan moneter," ungkap pejabat Bank Sentral Eropa Francois Villeroy de Galhau, seperti dikutip Bloomberg. "Masih ada ruang moneter tetapi lebih terbatas dari sebelumnya."

Kontrol iklim

Para pejabat di pertemuan G20 sering menghabiskan banyak energinya untuk menavigasi topik pelik tentang perubahan iklim dan penolakan AS terhadap apa yang dianggap sebagai tantangan jangka panjang terbesar dunia tersebut.

Kali ini, negara-negara G20 menyebut perubahan iklim hanya dalam kaitannya dengan implikasi stabilitas keuangan. Tetapi ini menjadi sebuah langkah maju positif bagi yang memperingatkan akan adanya krisis dan ancaman yang semakin besar terhadap ekonomi dari perubahan iklim ini.

Ini bisa membuktikan langkah penting dengan memungkinkan bank sentral dan menteri keuangan untuk lebih mudah memerangi perubahan iklim sebagai bagian dari operasi mereka sehari-hari.

Namun, Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin meragukan apakah ini adalah momen bersejarah. Mnuchin mengatakan dia tidak tunduk pada tekanan Eropa tentang masalah ini, dan penyebutan 'iklim' dalam komunike itu hanyalah fakta tentang apa yang dilakukan oleh Dewan Stabilitas Keuangan, yang mengawasi sistem perbankan global.

Di sisi lain, pertemuan G20 mengingatkan bahwa perombakan aturan perpajakan global cukup untuk memicu perang perdagangan trans-Atlantik.

Pihak pro-perombakan aturan pajak memulai pertemuan G20 dengan tampilan konsensus publik, bahwa semua orang ingin mendapatkan kesepakatan terhadap pengenaan pajak terhadap perusahaan seperti Google dan Facebook.

Masalahnya adalah bahwa negara-negara Eropa bergerak terlalu cepat dan mengganggu AS dengan mengenakan pajak layanan digital sepihak. Washington pun menanggapi dengan mengancam mengenakan tarif perdangangan. Satu-satunya cara untuk mengangkat ancaman perang dagang adalah dengan mendapatkan kesepakatan global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper