Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

India Batasi Impor, Modi Langgar Komitmen Perdagangan Bebas

Kebijakan Pemerintah India selama dua tahun terakhir berbanding terbalik dengan pernyataan Perdana Menteri Narendra Modi di forum-forum internasional selama bertahun-tahun yang memperjuangkan perdagangan bebas.
Narendra Modi menyapa para pendukungnya setelah dilantik menjadi Perdana Menteri (PM) India untuk periode kedua di Istana Presiden di New Delhi, India, Kamis (30/5/2019)./Reuters-Adnan Abidi
Narendra Modi menyapa para pendukungnya setelah dilantik menjadi Perdana Menteri (PM) India untuk periode kedua di Istana Presiden di New Delhi, India, Kamis (30/5/2019)./Reuters-Adnan Abidi

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah India makin memperketat pembatasan barang impor demi melindungi industri dalam negeri.

Awal bulan ini, Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman mengusulkan untuk memperluas cakupan larangan barang impor dari yang semula hanya emas dan perak dalam anggarannya.

"Klausul pada pasal 11 (2) memberikan kewenangan Pemerintah Pusat untuk mencegah kerugian pada perekonomian negara dengan impor ekspor emas atau perak yang tidak terkontrol. Klausul ini sedang diubah untuk memasukkan barang lain selain emas dan perak," kata Sitharaman, dilansir Bloomberg, Rabu (19/2/2020).

Sitharaman juga menaikkan pungutan impor untuk peralatan medis, alas kaki dan furnitur dalam anggarannya. Dia mengatakan pemerintah akan memperkuat aturan yang memungkinkan pungutan tambahan untuk dikenakan ketika impor beberapa barang melonjak secara signifikan.

Kebijakan Pemerintah India selama dua tahun terakhir berbanding terbalik dengan pernyataan Perdana Menteri Narendra Modi di forum-forum internasional selama bertahun-tahun yang memperjuangkan perdagangan bebas.

Penurunan tajam ekonomi India dan kelesuan industri dalam negeri menjadi titik balik kebijakan perdagangan India. Pada bulan November lalu, Modi bahkan menarik India keluar dari kesepakatan perdagangan regional terbesar di dunia.

Pada Januari 2018, Modi berpidato di World Economic Forum (WEF) menyesalkan tren proteksionisme yang meningkat. Dia menyerukan kepada sesama pemimpin untuk merangkul perdagangan yang lebih terbuka.

Selain itu, Modi juga telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi hambatan investasi asing dan membuatnya lebih mudah untuk melakukan bisnis di negara itu, sebagai bagian dari tujuannya untuk menggandakan ukuran ekonomi menjadi US$5 triliun.

Dengan penurunan tajam ekonomi sejak tahun lalu dan industri dalam negeri yang di bawah tekanan, pemerintah Modi memutuskan membatasi impor.

Pengangguran berada di level tertinggi dalam 45 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi juga berada di level terendahnya sejak lebih dari satu dekade.

"Langkah-langkah perdagangan yang diumumkan dalam anggaran memang agak mengkhawatirkan," kata Pravin Krishna, seorang profesor ekonomi dan bisnis internasional di Universitas John Hopkins di Washington.

Langkah-langkah itu, lanjutnya, menunjukkan kemunduran dari proses liberalisasi yang dimulai tiga dekade lalu. Pejabat pemerintah menyangkal bahwa negara ini menjadi lebih proteksionis.

"Setelah krisis keuangan global, kecenderungan menuju globalisasi sebenarnya terbalik di seluruh dunia," ujar Kepala Penasihat Ekonomi Kementerian Keuangan India Krishnamurthy Subramanian.

Modi pertama kali mengumumkan pembatasan impor non-esensial pada 2018 untuk mengendalikan defisit neraca berjalan dan menghentikan penurunan rupee pada saat investor menarik aset-aset pasar berkembang.

Pada tahun yang sama, pemerintahnya juga mengumumkan tarif pada beberapa barang AS setelah Presiden Donald Trump memberlakukan pungutan tambahan pada baja dan aluminium dari India.

Ketegangan perdagangan antara kedua negara memanas untuk sementara waktu. Trump mengeluh tentang tarif setinggi 100 persen pada sepeda motor Harley-Davidson Inc.

Trump akan mengunjungi New Delhi akhir bulan ini. India berharap dapat mencapai perjanjian perdagangan dengan AS dan mempermanis tawarannya untuk akses pasar ke produk-produk Negeri Paman Sam.

India sangat ingin mencapai kesepakatan perdagangan dengan AS, mitra dagang terbesar kedua, setelah diperkirakan akan keluar dari Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau RCEP yang didukung China.

Sementara beberapa negara dalam pengelompokan RCEP menginginkan India untuk bergabung dalam perjanjian itu. Wakil Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia Ong Kian Ming mengatakan bahwa beberapa tuntutan New Delhi, khususnya yang berkaitan dengan akses untuk tenaga kerja mungkin tidak begitu mudah diterima .

Amitendu Palit, seorang peneliti senior di Universitas Nasional Singapura mengatakan India meningkatkan hambatan perdagangan, sementara pada saat yang sama berusaha untuk meningkatkan investasi asing.

"Ini semacam globalisasi selektif. Sayangnya, keduanya tidak bekerja dalam pengecualian," kata peneliti senior di India tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper