Bisnis.com, JAKARTA - Keberadaan Omnibus Law terus menjadi kritikan sejumlah pihak. Salah satunya adalah Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI). Kini, “peluru” KASBI mengenai status karyawan alih daya (outsourcing).
Menurut Nining Elitos, RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law membuat nasib pekerja alih dayasemakin tidak jelas. Sebab, ada sejumlah pasal yang seharusnya menegaskan posisi pekerja alih daya di UU Ketenagakerjaan, dihapus di Omnimbus Law.
Yakni, Pasal 64 dan 65 di UU Ketenagakerjaan. “Penghapusan pasal tersebut menunjukan semakin lepasnya hubungan hukum dan perlindungan. Kepastian dan keamanan kerja semakin jauh dari harapan," kata Nining pada Jumat (14/2/2020).
Adapun Pasal 64 UU Ketenagakerjaan berbunyi; Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerja kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.
Selanjutnya, Pasal 65 mengatur; (1) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
Ayat (2) mengatur; pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebaga berikut: dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan tidak menghambat proses produksi secara langsung
Baca Juga
Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum. Ayat (4) berbunyi; perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan adanya Omnibus Law, dua pasal ini akan dihapus. Nining menilai penghapusan dua pasal ini sekaligus akan meniadakan perlindungan kepada pekerja outsourcing.