Bisnis.com, JAKARTA - Kematian akibat virus corona mirip flu China naik menjadi 17 orang hingga kemarin dengan lebih dari 540 kasus dikonfirmasi sehingga membuat Wali Kota Wuhan menutup jaringan transportasi dan mendesak warga untuk tidak bepergian karena khawatir dengan penyebaran wabah itu.
Jenis virus corona yang sebelumnya tidak diketahui diyakini berasal dari satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal di pasar hewan di pusat Kota Wuhan. Kasus itu telah terdeteksi hingga ke Amerika Serikat.
Berbeda dengan kerahasiaannya terkait Sindrom Pernapasan Akut Parah (SARS) pada 2002-03 yang menewaskan hampir 800 orang, pemerintah komunis China kali ini memberikan laporan rutin untuk menghindari kepanikan ketika jutaan orang bepergian untuk Tahun Baru Imlek.
Setelah pertemuan di kantor pusat Jenewa pada hari Rabu (22/1/2020), Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan akan memutuskan hari ini apakah akan mengumumkan wabah darurat kesehatan global, yang akan meningkatkan respon internasional.
Jika demikian, maka hal itu akan menjadi darurat kesehatan publik internasional keenam yang diumumkan dalam dekade terakhir.
"Ini adalah situasi yang berkembang dan kompleks," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus seperti dikutip Reuters, Kamis (23/1/2020).
Penumpang di stasiun kereta di Wuhan, China./Reuters
Saat berusaha menghentikan penyebaran virus itu, pemerintah daerah Wuhan mengatakan akan menutup semua jaringan transportasi perkotaan dan menangguhkan penerbangan keluar dari kota pada pukul 10 pagi hari ini, menurut media pemerintah.
Pemerintah setempat menyatakan bahwa warga tidak boleh meninggalkan kota kecuali ada keadaan khusus.
Langkah itu dimaksudkan untuk "secara efektif memutus penularan virus, secara tegas mengekang penyebaran epidemi, dan memastikan kesehatan dan keselamatan warga, menurut media itu mengutip satuan tugas virus Wuhan.
Langkah Wuhan dipuji oleh Ghebreyesus sebagai tindakan "sangat tepat" yang dapat meminimalkan risiko penularan.
"Jika Wuhan mengambil langkah drastis seperti itu, kita harus mengasumsikan penyebaran wabah secara luas terjadi di pusat transportasi China," ujar Lawrence Gostin, pakar kesehatan masyarakat di Fakultas Hukum Universitas Georgetown di Washington.