Pendekatan Ekonomi di Natuna Dianggap Lebih Bertaji
Sementara itu, Ketua Asosiasi Nelayan Indonesia (ANNI) Riyono mengatakan nelayan di pantura siap berangkat ke Natuna. Terhitung per Sabtu (18/1), sekitar 200 kapal milik nelayan Tegal bahkan sudah standby.
“Prinsipnya, kawan-lawan nelayan Pantura siap berkolaborasi dan bekerja sama dengan teman-teman nelayan Natuna sehingga tidak akan terganggu. Tidak perlu khawatir,” ujarnya.
Riyono mengatakan nelayan Pantura telah mengajukan tiga usulan kepada pemerintah sebelum berangkat ke Natuna. Pertama, keamanan saat menangkap ikan sebagaimana sudah disanggupi oleh TNI AL dan Bakamla.
Kedua, pemenuhan kebutuhan BBM yang sekitar 60 ton per voyage kapal di atas 100 GT. Karena biaya perbekalan yang mahal, yakni sekitar Rp600 juta untuk BBM saja selama operasi 1,5 bulan, nelayan ingin pemerintah memberikan harga Solar khusus.
Ketiga, hasil tangkapan harus dibeli oleh BUMN atau swasta. Menurut Riyono, kejelasan pembelian hasil tangkapan penting bagi nelayan.
LEBIH BERTAJI
Sementara itu, Maritim Research Institute berpendapat pendekatan ekonomi lebih bertaji ketimbang pendekatan militer untuk menangkis klaim-klaim sepihak negara lain atas perairan terluar Indonesia.
Direktur Maritim Research Institute Makbul Muhammad berharap KKP menjadi garda terdepan untuk memimpin pemanfaatan Natuna dengan pendekatan ekonomi. Dia menyarankan KKP membuat kebijakan khusus yang serius untuk pemanfaatan Laut Natuna Utara.
“Pendekatan ekonomi jauh lebih berani dalam bermain di wilayah sengketa. Cukup bersenjatakan alat tangkap ikan,” ujarnya.
Makbul mengatakan bahwa langkah serupa telah dilakukan China di lokasi yang sama, yang juga diklaim Beijing sebagai Nine Dash Line (Sembilan Garis Putus-Putus).
Artinya, China bukan saja melakukan pendekatan militer, melainkan juga menguatkan setiap saat pendekatan ekonominya. Negeri Tembok Raksasa itu bahkan telah mengembangkan Kepulauan Spratly untuk pariwisata.
Makbul berharap kegagalan Indonesia atas Sipadan dan Ligitan tidak terulang. Kedua pulau di timur laut Pulau Sebatik itu gagal dipertahankan bukan karena militer Indonesia tidak mampu menekan Malaysia, melainkan karena pengaruh ekonomi Negeri Jiran lebih kuat tertancap di pulau-pulau itu.