Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Skandal Jiwasraya, Demokrat: Panja Tak Cukup, Perlu Pansus

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik menilai tidak cukup jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya membentuk panitia kerja (panja) untuk menangani skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato refleksi pergantian tahun di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019)./Bisnis-Jaffry Prabu Prakoso
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pidato refleksi pergantian tahun di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (11/12/2019)./Bisnis-Jaffry Prabu Prakoso

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Rachland Nashidik menilai tidak cukup jika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hanya membentuk panitia kerja (panja) untuk menangani skandal PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Rachland mengatakan kasus itu harus ditangani dengan panitia khusus (pansus).

"Tak seperti pansus, Panja DPR tak memiliki kekuatan kewenangan angket, interpelasi, dan menyatakan pendapat," kata Rachland melalui pesan singkat, Senin (20/1/2020).

Menurut Rachland, skandal Jiwasraya yang ditaksir merugikan negara Rp13,7 triliun itu memerlukan kewenangan pansus DPR. Apalagi, kata dia, publik juga memerlukan penjelasan komprehensif tentang kasus tersebut.

"Apa duduk perkaranya, kapan kejadiannya, siapa dan kenapa harus bertanggung jawab," ujar Rachland.

Karena itu, katanya, pengusutan komprehensif ini penting agar keadilan ditegakkan dan skandal serupa tak terulang di masa mendatang. Ia pun bersikukuh pembentukan panja saja kurang maksimal.

Rachland mengkhawatirkan pencarian keadilan akan terhambat karena DPR kurang maksimal.

"Bila pembentukan panja menghalangi kewenangan maksimum DPR untuk membongkar skandal Jiwasraya, maka panja sama sekali menghalangi pencari keadilan," ujar dia.

Demokrat berkukuh DPR harus membentuk pansus untuk mengusut kasus gagal bayar JS Saving Plan di Jiwasraya.

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono bahkan disebut tak "happy" lantaran kasus itu ditarik ke 2006, ketika SBY menjabat presiden.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.Co

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper