Kabar24.com, JAKARTA — Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim tindak pidana korupsi Jakarta Pusat merampas uang mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang ditemukan di laci meja kerjanya.
Uang itu ditemukan saat petugas KPK menggeledah ruang kerja Lukman Hakim pada medio Maret 2019 lalu. Jaksa pun memperinci uang-uang tersebut yang ditemukan di laci meja kerjanya.
Pertama, US$30.000 yang terdiri dari uang pecahan US$100 Amerika Serikat sebanyak 300 lembar dalam satu buah tas tangan warna hitam dengan emboss Toyota.
Kedua, uang Rp70 juta yang terdiri dari uang pecahan Rp100.000 sebanyak 688 lembar dan uang pecahan Rp50.000 sebanyak 24 lembar dalam satu buah amplop coklat dengan tulisan “Sapa Penyuluh Agama Kanwil Kemenag Prov DKI JKT”.
Ketiga, uang senilai Rp30 juta yang terdiri dari uang pecahan Rp100.000 sebanyak 300 lembar yang ada dalam satu buah amplop coklat dengan tulisan “DKI”.
Keempat, uang senilai Rp58,7 juta terdiri dari uang pecahan Rp100.000 sebanyak 597 lembar dalam satu buah amplop coklat.
Kelima, uang senilai Rp30 juta yang terdiri dari uang pecahan Rp100.000 sebanyak 300 lembar yang berada pada satu buah amplop coklat.
Jaksa menyatakan bahwa dalam persidangan, Lukman Hakim saat menjadi saksi tidak dapat menjelaskan asal-usul tentang uang tersebut dan tidak dapat membuktikan tentang penerimaan uang tersebut.
Dalam persidangan, Lukman hanya menjelaskan terkait uang US$30.000 yang terkait dengan pemberian dari Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dalam rangka Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) Asia.
"Akan tetapi, tidak didukung dengan bukti yang sah begitu pula dengan penerimaan lainnya," ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan mantan Ketum PPP Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Senin (6/1/2019).
Menurut jaksa, dengan mengikuti ketentuan Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka uang tersebut haruslah dirampas untuk negara. Adapun pasal itu mengatur tentang gratifikasi.
Dalam sidang tuntutan hari ini, jaksa menuntut Rommahurmuziy alias Rommy selama 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 5 bulan kurungan
Selain itu, pidana tambahan berupa penuntutan hak politik selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok. Rommy juga dituntut membayar
Kemudian, tuntutan pidana tambahan berupa denda sebesar Rp46,4 juta subisider 1 tahun penjara selambat-lambatnya dibayarkan satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap.
Rommy dalam perkara ini dinilai jaksa terbukti bersalah menerima suap terkait dengan proses seleksi jabatan tinggi di Kementerian Agama.
Dia dianggap terbukti menerima suap dari mantan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Haris Hasanuddin Rp255 juta dan dari mantan Kepala Kanwil Kemenag Kabupaten Gresik Muhamad Muafaq Wirahadi Rp91,4 juta.
Adapun uang dari Muafaq tersebut sebagiannya sebesar Rp41,4 juta dipakai sepupunya Abdul Wahab untuk keperluan kampanye di DPRD Kab. Gresik.
Rommy diyakini jaksa melanggar Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, melanggar Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.