Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Emirsyah Satar turut menerima fasilitas penginapan dan jet pribadi dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo.
Emirsyah sebelumnya didakwa menerima suap setara Rp46 miliar dari Soetikno dengan perincian Rp5.859.794.797, US$884.200, EUR1.020.975 dan SGD1.189.208.
Suap tersebut berkaitan dengan pengadaan di PT Garuda Indonesia (GIAA) berupa pengadaan pesawat Airbus A.330 series, pesawat Airbus A.320, pesawat ATR 72 serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG serta pembelian serta perawatan mesin (engine) Roll- Royce Trent 700.
Emirsyah menerima suap bersama-sama dengan mantan Direktur Teknik GIAA Hadinoto Soedigno dan Capt Agus Wahjudo karena telah melakukan intervensi dalam pengadaan tersebut.
Satar menerima suap tersebut saat menjadi direktur utama GIAA 2005-2014. Adapun penerimaan suap diterima pada kurun waktu 2009-2014.
Jaksa pada KPK mengatakan bahwa selain suap, Emirsyah Satar juga turut menerima fasilitas dari Soetikno Soedarjo berupa penginapan di villa Bulgary Hotel Bali dengan total sebesar Rp69.794.797.
Kemudian, Satar juga selaku penyelenggara negara saat itu menerima jamuan makan malam di four seasons hotel dari Soetikno.
"[Selanjutnya menerima] penyewaan jet pribadi Bali ke Jakarta seharga US$4.200," kata jaksa KPK, Senin (30/12/2019).
Tak hanya itu, Emirsyah juga menerima uang lain dari Soetikno uang sebesar Sin$6.470 dan Sin$975 dalam rangka penutupan rekening atas nama Woodlake International Limited di Union Bank of Switzerland (UBS) Singapura.
Satar juga didakwa jaksa melakukan pencucian bersama Soetikno berupa mentransfer sejumlah uang suap pada istri dan anaknya; menitipkan dana sejumlah US$1.458.364 dalam rekening Woodlake International di UOB Singapura; dan membayar pelunasan utang kredit di UOB Indonesia sebesar US$841.919.
Selanjutnya, pencucian uang terkait dengan pembayaran biaya renovasi rumah di Blok SK No.7-8, Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, senilai Rp639.224.425.
Kemudian, membayar apartemen unit 307 di 05 Kilda Road, Melbourne, Australia, sebesar US$835.000 yang kemudian dikonversi oleh anaknya, Egadhana Rasyid Satar, sebesar Aus$805.984 untuk pembayaran apartemen tersebut.
Satar juga menempatkan rumah di jalan Rubi Blok G No.46 (d/h Permata Hijau F.2 Blok G persil 46) Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan SHM No.2468/Kelurahan Grogol Utara.
Perbuatan itu mengatasnamakan Sandrina Abubakar untuk jaminan memperoleh kredit dari PT Bank UOB Indonesia sebesar US$840.000.
Selain itu, perbuatan itu juga berupa pengalihan satu unit apartemen di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea Singapura kepada Innospace Invesment Holding.
Usai mendengar surat dakwaan, Satar pada majelis hakim tipikor menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan meskipun surat dakwaan tersebut dinilai seluruhnya tidak benar.
"Yang mulia, saya sudah mendengarkan dakwaan dan kesempatan ini saya minta maaf, karena persahabatan saya memicu perbuatan khilaf, [namun] tidak semua yang dikatakan didakwaan benar," ujarnya, usai mendengar pembacaan surat dakwaan, Senin (30/12/2019).
Kendati tidak mengajukan nota keberatan, dia meminta agar majelis hakim tipikor Jakarta Pusat dapat mengadili perkaranya dengan adil.
"Saya mohon keadilan dari majelis hakim dan atas dasar ini saya tidak ajukan eksepsi," tuturnya.
Salah satu penasihat hukumnya menilai bahwa seluruh dakwaan jaksa tidak sepenuhnya benar. Hanya saja, penasihat hukum mengikuti keputusan Satar yang tak mengajukan eksepsi.
"Setelah cermati dan baca dakwaan formil sudah benar, tetapi materil ada [yang] tidak akurat, jadi kami tidak ajukan eksepsksi," kata dia.
Dengan demikian, Ketua Majelis Hakim Yanto lantas memutuskan bahwa sidang akan kembali dilanjut dengan agenda mendengar keterangan para saksi. Rencananya, sidang kembali digelar pada Kamis (9/1/2020).