Bisnis.com, JAKARTA - Tidak ada drama yang lebih menarik di pentas politik Amerika Serikat (AS) sejak lebih dari dua dekade tarakhir kecuali proses pemakzulan Presiden Donald Trump.
Bayangkan, untuk ketiga kalinya dalam sejarah 243 tahun negara itu berdiri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS pada Rabu (18/12/2019) memberikan hukuman konstitusi terbesar kepada seorang presiden atau lazim disebut impeachment.
Pada 1998 Presiden Bill Clinton juga mengalami nasib yang sama.
Noda pemakzulan itu akan melekat pada nama Presiden Donald Trump hingga akhir hayatnya dan akan tercatat dalam buku-buku sejarah. Akan tetapi, seberapa dahsyat hukuman itu, masih dalam spekulasi publik.
Apakah benar Trump menahan bantuan militer yang telah disetujui Kongres ke Ukraina dimamfaatkan Trump untuk mendapatkan keuntungan politik pribadi atau penyalahgunaan kekuasaan?
Apakah benar Trump telah menghalang-halangi Kongres untuk melakukan penyelidikan terkait tuduhan permintaan Trump kepada Pemerintah Ukraina untuk menyeldiki pesaing politiknya, Joe Biden?
Para anggota Partai Demokrat yang dipimpin oleh Ketua DPR, Nancy Pelosi telah memenangkan proses pemakzulan itu dengan suara mayoritas.
Dalam voting pasal penyalahgunaan kekuasaan, anggota parlemen yang setuju pasal ini sebanyak 230 orang, sedangkan yang menolak sebanyak 197 suara. Sementara untuk pasal kedua, sebanyak 229 anggota parlemen setuju Trump sudah menghalang-halangi Kongres dan sisanya 197 orang tidak setuju.