Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia turut mengawal sidang dugaan genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya di Mahkamah Internasional atau ICJ (International Court of Justice).
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa Indonesia telah mengirimkan perwakilan untuk memantau jalannya persidangan yang berlangsung di Den Haag, Belanda pada 10-12 Desember 2019.
"Kami terus mengikuti dari dekat, mengikuti dengan cermat public hearing yang sedang berjalan. Posisi itu yang bisa kami sampaikan karena memang prosesnya tengah berjalan," ujar Faizasyah di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Di sisi lain, dia menekankan, Indonesia bersama ASEAN juga terus berupaya mempersiapkan proses repatriasi pengungsi Rohingya di Bangladesh ke Myanmar. Indonesia akan memastikan bahwa repatriasi pengungsi dapat berjalan dengan baik, aman, dan dilakukan secara sukarela.
"Indonesia sendiri memposisikan siap menjadi jembatan dalam proses pendekatan termasuk dengan PBB," katanya.
Lebih dari 730.000 Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke negara tetangga, Bangladesh, akibat kekerasan yang dilakukan militer Myanmar. Para penyelidik PBB mengindikasi adanya niat genosida dalam kekerasan tersebut.
Sementara itu, dalam sidang dugaan genosida pada Rabu (11/12), Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi membantah tuduhan genosida terhadap Rohingya yang ditujukan kepada negaranya. Menurutnya, tudingan tersebut menyesatkan dan mengatakan seharusnya kasus itu tidak disidangkan di Mahkamah Internasional.
Peraih Nobel Perdamaian itu membela bahwa operasi militer di negara bagian Rakhine pada Agustus 2017 lalu merupakan tindakan kontraterorisme terhadap serangan militan Rohingya terhadap puluhan kantor polisi.
"Gambia telah menempatkan gambaran yang tidak lengkap dan menyesatkan tentang situasi faktual di negara bagian Rakhine di Myanmar," katanya.
Adapun sidang genosida di ICJ tersebut bermula dari gugatan yang diajukan Gambia bulan lalu yang menuduh Myanmar melanggar Konvesi Genosida 1948.