Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memaparkan kronologi kasus penyelundupan komponen Harley Davidson dan dua buah sepeda lipat bermerek Brompton.
Erick menjelaskan, pembelian komponen Harley Davidson tersebut merupakan pesanan Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara atau Ari Ashkara. Ia melakukan pemesanan melalui salah satu pegawainya yang tidak disebutkan namanya.
"Jenis motor yang dipesankan adalah Harley Davidson tipe Shovelhead keluaran tahun 1970-an yang diperkirakan bernilai sekitar Rp800 juta," kata Erick kepada pers, Kamis (5/12/2019).
Pembelian tersebut dilakukan pada April 2019. Setelah itu, proses transfer dana pembelian dari Jakarta dilakukan melalui rekening pribadi Finance Manager Garuda yang berada di Amsterdam.
Awal terkuaknya penyelundupan ini terjadi pada Minggu, 17 November 2019. Sri Mulyani mengatakan, saat itu, petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta melakukan pemeriksaan sarana pengangkut/plane zoeking atas pesawat baru dari Garuda Indonesia Airbus A330-900 seri Neo dengan nomor penerbangan GA9721. Pesawat tersebut secara khusus diterbangkan dari markas Airbus di Toulouse, Prancis untuk diantarkan ke hangar PT Garuda Maintenance Facility (GMF).
Pendaratan pesawat dilakukan di hangar PT GMF sesuai permohonan izin yang disampaikan pihak Garuda Indonesia kepada Bea Cukai Soekarno Hatta. Hal ini dilakukan khusus untuk keperluan seremoni karena pesawat tersebut merupakan keluaran terbaru dan belum pernah dioperasikan oleh Garuda Indonesia sebelumnya.
Dalam permohonan izin yang disampaikan, PT Garuda Indonesia juga meminta kepada Bea Cukai untuk melakukan proses kegiatan pemeriksaan kepabeanan pada saat pesawat tiba.
Sri Mulyani menjelaskan, ada 22 penumpang dalam pesawat tersebut termasuk Ari Askhara. Menurutnya, tidak ada kargo yang tercatat dalam manifes penerbangan tersebut.
Saat pemeriksaan dilakukan, petugas tidak menemukan pelanggaran kepabeaan pada bagian kokpit dan barang kargo.
Namun, saat petugas memeriksa bagian lambung pesawat, mereka menemukan sejumlah koper dan 18 coli (kardus) berwarna cokelat. Semua kardus itu memiliki claim tag sebagai bagasi penumpang. Padahal, ia mengatakan, tidak ada formulir custom declaration yang diisi atau pemberitahuan secara lisan kepada petugas bea cukai yang dilakukan oleh penumpang.
Pemeriksaan lebih lanjut menyatakan, sebanyak 15 kardus memiliki claim tag dengan nama inisial SAS. Kardus tersebut berisi komponen Harley bekas dengan kondisi terurai.
Sementara itu, tiga buah kardus yang tersisa memiliki claim tag atas nama inisial LS. Ketiganya berisi dua buah sepeda lipat merek Brompton dan aksesori terkait dengan kondisi baru.
"Harga pasaran motor itu sekitar Rp800 juta per unit, sedangkan untuk sepeda ditaksir pada Rp50 juta hingga Rp60 juta per unitnya," jelasnya.
Saat ditanyakan petugas, SAS mengaku bahwa onderdil tersebut dibeli melalui situs eBay. Namun, saat petugas Bea Cukai melakukan konfirmasi, mereka tidak dapat menemukan kontak penjual yang disebutkan oleh SAS.
Pihak Bea dan Cukai juga melakukan pemeriksaan terhadap kondisi keuangan SAS. Hasilnya, mereka menemukan SAS memiliki utang bank senilai Rp300 juta yang telah dicairkan pada Oktober 2019 dan digunakan untuk renovasi rumah.
"Kita juga melihat ada tranafer uang ke nomor rekening istrinya sebanyak tiga kali sejumlah Rp50 juta," tambahnya.
Ia menambahkan, saat ini pihak Bea Cukai masih melakukan penyelidikan terhadap motif awal penyelundupan yang dilakukan. Mereka juga menyelidiki petugas ground handling yang saat kejadian itu bertugas.