Bisnis.com, JAKARTA – Media China mengecam Amerika Serikat dan menyerukan pembalasan atas langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS meloloskan legislasi terkait Muslim Uighur.
Lolos dengan dukungan 407 suara berbanding 1 suara, rancangan undang-undang (RUU) yang dinamakan Uighur Act of 2019 tersebut berisi kecaman terhadap pelanggaran hak asasi manusia oleh China terhadap etnis minoritas Uighur di Provinsi Xinjiang.
RUU itu juga menyerukan penutupan kamp penahanan massal di wilayah itu serta mengamanatkan sanksi terhadap pejabat China yang bertanggung jawab atas tindakan diskriminasi dan persekusi terhadap Muslim Uighur.
Setelah lolos di tingkat DPR, RUU ini masih membutuhkan persetujuan dari Senat dan Presiden Donald Trump untuk menjadi undang-undang.
Dalam editorial halaman depan pada Kamis (5/12/2019), surat kabar People’s Daily yang dikuasai oleh Partai Komunis menuliskan bahwa bagian dalam RUU itu "memiliki itikad jahat dan sangat mengancam".
“[Upaya] meremehkan tekad dan keinginan rakyat China akan gagal,” tulisnya, seperti dilansir melalui Reuters.
Ada pula harian berbahasa Inggris China Daily menyebut RUU itu sebagai “tusukan di belakang, mengingat upaya Beijing untuk menstabilkan hubungan China-AS yang sudah bergolak”.
Sementara itu, edisi berbahasa Inggris Global Times, sebuah tabloid nasionalis yang diterbitkan oleh People's Daily, mengatakan China harus siap untuk "pertempuran jangka panjang dengan AS".
Sehari sebelumnya, Kementerian Luar Negeri China telah menyebut RUU itu sebagai serangan jahat terhadap China dan gangguan serius dalam urusan internal Negeri Tirai Bambu.
"Kami mendesak AS untuk segera memperbaiki kesalahannya, untuk menghentikan RUU di Xinjiang menjadi undang-undang, dan untuk berhenti menggunakan Xinjiang sebagai cara untuk mencampuri urusan dalam negeri China," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying.
Gedung Putih sendiri belum mengatakan apakah Trump akan menandatangani atau memveto RUU tersebut.
Para pakar dan aktivis Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa China telah menahan kemungkinan sekitar satu juta warga Uighur di kamp-kamp penahanan massal di Xinjiang.
Di sisi lain, China secara konsisten membantah adanya penganiayaan terhadap warga Uighur dan mengatakan kamp-kamp itu adalah bagian dari tindak anti-teror dan bertujuan untuk menyediakan pelatihan kejuruan.