Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Demo Tak Kunjung Usai, Hong Kong Suntik Stimulus Ekonomi Rp7,15 Triliun

Pemerintah Hong Kong mengumumkan langkah bantuan baru senilai HK$4 miliar atau US$511 juta (sekitar Rp7,15 triliun) untuk menopang perekonomian yang terpukul akibat aksi protes anti-pemerintah yang berlangsung selama berbulan-bulan.
Kantor perusahaan China Evergrande Group di Hong Kong./Reuters-Bobby Yip
Kantor perusahaan China Evergrande Group di Hong Kong./Reuters-Bobby Yip

Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah Hong Kong mengumumkan langkah bantuan baru senilai HK$4 miliar atau US$511 juta (sekitar Rp7,15 triliun) untuk menopang perekonomian yang terpukul akibat aksi protes anti-pemerintah yang berlangsung selama berbulan-bulan.

Dilansir dari Reuters, Rabu (4/12/2019), langkah tersebut diumumkan oleh Menteri Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah konferensi pers. Dia juga mengatakan bahwa demonstrasi anti-Beijing telah merusak kepercayaan investor internasional terhadap kota yang berada di bawah kekuasaan China itu.

Upaya baru ini mengikuti langkah-langkah stimulus sebelumnya. Pada Agustus lalu, pemerintah Hong Kong telah menggelontorkan paket stimulus senilai HK$19,1 miliar atau US$2,4 miliar.

Kemudian pemerintah Hong Kong menambahkan dukungan ekonomi senilai HK$2 miliar atau US$255 juta pada Oktober lalu dan mengumumkan serangkaian kebijakan baru, termasuk peraturan hipotek yang longgar, kewajiban pembelian tanah untuk perumahan, bantuan uang tunai untuk siswa dan peningkatan subsidi untuk keluarga berpenghasilan rendah.

Sebelumnya, Paul Chan menyampaikan kepada anggota parlemen bahwa dia memperkirakan kemungkinan defisit anggaran tahun fiskal untuk pertama kalinya sejak awal 2000-an, dan mengatakan bahwa kekacauan telah menyeret turun pertumbuhan ekonomi sekitar 2% tahun ini.

"Kita menyaksikan aksi kekerasan berulang yang tidak diharapkan. Kondisi ini mengecilkan harapan kami untuk menghentikan aksi serupa, sehingga ekonomi kita dapat memiliki kesempatan untuk bangkit kembali. Saya harap kekerasan akan berhenti sesegera mungkin, ujar Lam, dikutip melalui Bloomberg, Selasa (3/12/2019).

Aksi protes yang berlangsung selama 6 bulan terakhir, diiringi dengan tekanan ekspor dari perang dagang AS-China telah membuat Hong Kong sangat tertekan tahun ini.

Chan mengungkapkan ekonomi Hong Kong saat ini sedang dalam masa yang sulit. Untuk memulihkan ekonomi, berbagai sektor harus bersatu untuk menghentikan aksi kekerasan sehingga tatanan sosial dapat dipulihkan, warga negara dapat kembali ke kehidupan normal, bisnis dapat melanjutkan operasi normal.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper