Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ciputra, Sang Pecinta Keindahan

Intuisi, entrepreneurship, jiwa seni, adalah tiga kata yang menurut saya paling menggambarkan sosok Ir Ciputra.  Mungkin ini terlalu subyektif, tetapi izinkan saya mengenang sosoknya dalam  sisi paling personal.
Rina Ciputra, Presdir Ciputra Artpreneur, menjelaskan event pameran lukisan 100 tahun Hendra Gunawan
Rina Ciputra, Presdir Ciputra Artpreneur, menjelaskan event pameran lukisan 100 tahun Hendra Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Intuisi, entrepreneurship, jiwa seni, adalah tiga kata yang menurut saya paling menggambarkan sosok Ir Ciputra.  

Ciputra, pendiri Kelompok Usaha Ciputra, meninggal dunia di Singapura pada Rabu dinihari (27/11/2019). Suami dari Dian Sumeler ini menutup mata pada usia 88 tahun,

Saya terakhir kali bertemu Pak Ci, —sapaan akrab Ir Ciputra— 4 Agustus 2018, dalam pameran lukisan 100 Tahun Hendra Gunawan, di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan. Pelukis Hendra adalah sosok yang mewarnai kegemaran seni Ciputra dalam 50 tahun terakhir.

Ketika itu, Ciputra bertutur soal pentingnya intuisi dalam investasi. Intuisi bukan semata bisnis, juga tentang lukisan. Ditanganya, bisnis dan seni perpadu dengan intuisi, menciptakan dua hal sekaligus; kepuasan dan kesuksesan.

Lebih dari lima puluh tahun silam, Pak Ci—sapaan Ciputra—untuk pertama kalinya membeli lukisan karya Hendra Gunawan. Intuisi telah menuntunnya pada kesimpulan coretan kanvas Hendra berkualitas dan bernilai tinggi.

Lalu, Ciputra terus-menerus mengoleksi lukisan, bahkan saat sang pelukis berada di dalam penjara selama 13 tahun sejak 1966. .Hasilnya, Pak Ci kini mengoleksi tak kurang dari 117 lukisan dan 18 sketsa Hendra. 

Jangan dikira Ciputra sudah jadi orang berpunya saat mulai meembeli lukisan Hendra. Pak Ci mengatakan, pada dekade 60-an adalah ketika dirinya masih miskin, baru lulus kuliah. Perlu menabung untuk bisa membeli sebuah lukisan.

 Berbekal intuisi, Ciputra fokus membeli karya-karya Hendra, termasuk membuka Pasar Seni Ancol untuk mewadahi karya para pelukis bertalenta.

Kedua pria berselisih usia 13 tahun ini akhirnya bersahabat. Suatu ketika,  Hendra dan Ciputra kembali bertemu dan mengunjungi Pasar Seni Ancol.

“Sesampai di sana, Hendra berlari ke bawah pohon. Lalu menangis. Dia merasa, Pasar Seni mampu mengangkat harkat para seniman sepertinya yang terpinggirkan,” kenang Ciputra, Ketika membuka Pameran 100 Tahun Hendra Gunawan bertema Prisoner of Hope di Jakarta, Sabtu (4/8/2018).

Waktu berlalu, Ciputra semakin teguh hanya mengoleksi lukisan Hendra. Pelukis itu tanpa sengaja ditemukan kembali oleh Pak Ci pada 1983 di Bali dalam kondisi sakit. Di rumahnya tak ada lukisan, karena menurut istrinya Nuraini, sudah digadaikan ke BNI senilai Rp15 juta untuk membangun rumah.

Sesampai di Jakarta, Ciputra mengirim uang untuk Hendra. Namun, hal itu telah terlambat, Sang Pelukis sudah meninggal dunia. Prisoner of Hope, adalah sebuah wujud penghargaan terhadap Hendra Gunawan, sosok yang dianggap Ciputra memiliki kesamaan hidup dengannya waktu muda dan menderita.

Tak hanya mengoleksi lukisan, Ciputra yang seorang arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung, merekayasa ulang lukisan Hendra untuk menghasilkan karya lain; patung. Dari aktivitasnya, semua mahfum bahwa Ciputra adalah seorang pecinta keindahan.

Itulah yang menjelaskan mengapa 130 proyek properti yang digarap Ciputra baik di Indonesia maupun mancanegara, selalu memiliki ornamen khas, berupa patung ataupun lukisan. Patung-patung dia desain sendiri, sebelum menyerahkan pengerjaan kepada Moenir, salah satu pematung langganannya.

 

Saya mengenal Ciputra pada usia senjanya. Namun, saya selalu merasakan spirit muda yang seolah melawan waktu, optimistis, teguh, dan melihat dunia sebagai sebuah kesempatan untuk berbuat kebaikan.

Pertemuan terjadi pada berbagai kesempatan. Pernah suatu ketika, sebagai salah satu pemegang saham Bisnis Indonesia, Pak Ci mengundang kami  makan siang di hotel Raflles, miliknya. Pak Ci juga hadir pada acara-cara khusus di Bisnis, saat rapat pemegang saham, ataupun ulang tahun perusahaan.

Wawancara khusus terakhir Bisnis, terjadi pada Agustus 2017, dirumahnya yang asri dan artistik di Pondok Indah, Jakarta selatan. Kendati sudah menyerahkan pengelolaan bisnis pada anak-anaknya, aktivitas Bisnis Ciputra tetap padat.

Ketika itu, Ciputra begitu menikmati peran sebagai seorang mentor entrepreneurship, sekaligus sangat bersemangat memotivasi orang lain untuk menjadi entrepreneur. Satu hal yang paling saya ingat,  Ciputra mendefinisikan entreprenership sebagai sebuah cara untuk mengubah sampah menjadi emas.

Ia membuktikan itu saat membangun PT Taman Impian Jaya Ancol,  semak belukar dipantai utara Jakarta. Kini, kawasan itu telah disulap menjadi taman hiburan terbesar di Asia Tenggara.

Cipura bekerja sama dengan Pemrov DKI Jakarta dengan tawaran skema yang susah ditolak; bila usaha itu untung, hasilnya dibagi, tetapi bila rugi maka ia yang akan tanggung!

Di masa tuanya, Ciputra juga masih aktif menulis buku. Ia menulis perjalanan hidupnya yang berliku, dan tentu saja berbagi ilmu kewirausahaan dari pengalaman lebih dari setengah abad menjadi pengusaha.

Pak Ci juga tak keberatan berbagi resep rahasia menjaga kesehatan dan kebugaran. Menurutnya, kunci sehat itu adalah 5D, yakni doa, dokter yang ahli, diet, disiplin, dan duit.

“Dengan iman masing-masing berdoa kepada Tuhan, dokter yang ahli, diet; jangan sembarang makan, disiplin hidup; istirahat dan olahraga yang teratur, boleh tidak olahraga asal istirahat cukup, sekali olahraga jangan berhenti, dan [kelima] duit,” tuturnya.

Sejak 2006, Ciputra mengaku telah mengikuti pola 5D tersebut, setelah divonis dokter memiliki gangguan pada ginjal. Karena penyakit itu, dia memilih diet dan hanya bisa makan protein dari daging 100 gram per hari, buah dan sayur.  Olahraga rutin dilakukan dengan berenang di belakang rumahnya.

Ciputra adalah seorang pecinta keindahan. Itulah yang menjelaskan mengapa 130 proyek properti yang diga­rapnya selalu memiliki ornamen yang khas, berupa patung ataupun lu­kisan. Tak heran bila di halaman rumahnya, saat ini bertebaran lebih dari 30 patung bergaya realis dari berbagai macam bahan baik logam maupun batu.

“Properti itu perlu keindahan. Saya mengumpulkan [karya] Hendra sejak 50 tahun yang lalu. Saya lihat lukisan itu hebat sekali. Kenapa? Punya power insight, punya tenaga, punya makna. Luar biasa, warnanya itu powerful. Ini bagus sekali lukisan, lebih bagus dari van Gogh [Vincent van Gogh]. Saya harus kumpulkan. Saya tidak mau kum­pulkan yang lain, hanya Hendra,” tuturnya.

Kini, pecinta keindahan yang juga pebisnis dengan intuisi tajam tersebut telah pergi.  Pak Ci meninggalkan begitu banyak hal untuk dikenang. Selamat jalan Sang Begawan Properti.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hery Trianto
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper