Bisnis.com, JAKARTA - Pemilik PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njoto Setiadi didakwa menyuap mantan Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Dolly Parlagutan Pulungan dan mantan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana.
Pieko didakwa menyuap Dolly sebesar 345 ribu dolar Singapura atau setara Rp3.550.935.000 melalui I Kadek Kertha terkait dengan pemberian persetujuan long term contract (LTC) atau kontrak jangka panjang.
Hal itu atas pembelian gula kristal putih yang diproduksi petani gula dan PTPN seluruh Indonesia yang distribusi pemasarannya dikoordinir oleh PTPN III (Persero) Holding Perkebunan.
Jaksa pada KPK menyatakan bahwa Pieko Njoto Setiadi yang juga Advisor PT Citra Gemini Mulia didakwa memberi sesuatu berupa uang tunai sebesar SG$345.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Perkara ini diawali pada September 2018 ketika Kadek Kertha berinisiatif membuat kebijakan sistem pola pemasaran bersama gula petani dan gula PTPN seluruh Indonesia dalam bentuk LTC atau kontrak penjualan jangka panjang.
Dengan kebijakan ini, nantinya mewajibkan distributor gula membeli gula dengan ikatan perjanjian dengan PTPN III selaku holding perkebunan dengan harga yang akan ditentukan setiap bulan sesuai dengan jumlah pembelian.
Hal itu untuk mencegah adanya permainan dari distributor yang hanya membeli gula pada saat harga gula murah dan tidak membelinya saat harga mahal.
Jaksa KPK menyebut Dolly setuju mekanisme ini setelah konsep LTC terbentuk dan dipaparkan di rapat board of director (BOD) yang dihadiri direksi perwakilan anak perusahaan holding perkebunan.
Dengan konsep ini, PTPN III akhirnya bertindak sebagai koordinator yang semula diserahkan ke masing-masing PTPN I hingga XIV.
Melalui surat, Kadek Kertha lantas menawarkan skema LTC itu pada beberapa perusahaan yaitu PT Fajar Mulia Transindo, PT Citra Gemini Mulia, PT Agro Tani Sentosa, PT Agro Tani Nusantara, PT Karunia Pesona Indoraya, CV Indika Multi Karya, PT Mitra Bumdes Nusantara dan CV Lintang Nusa.
Adapun dalam surat tersebut terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan perdagangan gula yang berminat ikut dalam pendistribusian gula dengan mekanisme LTC.
Jaksa menyebut bahwa seluruh perusahaan awalnya berminat dengan mekanisme itu sehingga pada 23 Mei 2019 I Kadek Laksana melalui surat Akseptasi Pembelian Gula dengan Mekanisme LTC menyatakan persetujuannya atas minat pembelian gula di Kelas A untuk periode I dengan harga Rp10.500 per kilogram.
Hanya saja, dari seluruh persyaratan sistem penjualan LTC, hanya perusahaan miliki Pieko yang mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan karena perusahaan lainnya keberatan terutama atas syarat diharuskan membeli gula di PTPN yang sudah ditentukan dan diharuskan membayar uang muka 40% dari harga gula yang ditawarkan.
Di sisi lain, di hari yang sama dilakukan pembuatan serta penandatangan kontrak oleh Pieko dan Dolly Pulungan yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Setor (SPS) dan Delivery Order (DO) oleh masing-masing PTPN.
"Maka mulai Juni 2019 penjualan gula dengan mekanisme LTC periode I dilaksanakan dengan pembeli PT Fajar Mulia Transindo sebesar 25.000 ton dengan harga Rp10.500 per kilogram," kata jaksa di Pengadilan Tipikor, Senin (25/11/2019).
Adapun untuk periode II Juli 2019, jaksa mengatakan bahwa Dolly mengarahkan agar gula milik petani diserahkan untuk perusahaan Pieko dan PT Citra Gemini Mulia.
Adapun gula milik PTPN III sebanyak 25.000 ton diserahkan penjualannya kepada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN), selaku anak usaha PTPN III di bidang jasa pemasaran dan logistik komoditas perkebunan.
Hal itu diminta Dolly saat rapat bersama Pieko dan anaknya Vinsen Njotosetiadi yang mewakili PT Citra Gemini Mulia serta Lim Wan Seng, yang juga dihadiri I Kadek Kertha serta beberapa direksi anak perusahaan perkebunan.
"Dalam rapat itu Dolly mengarahkan agar pola pendanaan dan pembelian gula LTC dan spot, di mana gula petani pada LTC periode II berjumlah 75.000 ton dan dikarenakan petani menuntut pembayaran gula dilakukan setiap 10 hari dari waktu produksi yang dilakukan," kata jaksa.
Atas arahan itu, pada periode II Pieko lantas membeli gula milik petani melalui perusahaannya sebesar 50.000 ton dan PT Citra Gemini Mulia sebesar 25.000 ton masing-masing dengan harga Rp10.250 per kilogram.
Pada periode III Agustus 2019, Pieko kembali membeli gula milik petani melalui perusahaannya 25.000 ton dan PT Citra Gemini Mulia sebesar 50.000 ton masing-masing dengan harga Rp10.150 per kilogram.
"Sedangkan penjualan gula milik PTPN sebesar 25.000 ton diserahkan kepada PT KPBN," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan setelah Pieko melakukan pembelian gula melalui sistem LTC Periode I-III, terjadi pertemuan antara Dolly, Pieko, dan Ketua Dewan Pembina APTRI Arum Sabil di Hotel Shangri-La Jakarta pada 31 Agustus 2019.
Pada pertemuan tersebut Arum Sabil meminta uang kepada terdakwa untuk keperluan Dolly Pulungan dan saat itu Dolly Pulungan juga mengatakan membutuhkan uang sebesar US$250.000," kata jaksa.
Atas permintaan tersebut, kata jaksa, Pieko lantas menyanggupi untuk memberikan uang yang mekanisme penyerahannya diserahkan melalui I Kadek Kertha. Dalam prosesnya, Pieko menyerahkan uang sebesar SG$345 pada Dolly melalui perantara sejumlah pihak.
Dalam dakwaan jaksa, mantan Ketua KPPU yang juga Komisaris PTPTN IV M. Syarkawi Rauf turut menerima uang sebesar SG$190.300 atau setara Rp1.966.500.000.
Uang itu diserahkan Pieko karena dia meminta pembuatan kajian pada Syarkawi guna menghindari kesan adanya praktik monopoli perdagangan melalui sistem LTC oleh perusahaan Pieko.
Atas perbuatannya, Pieko Njoto Setiadi didakwa jaksa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.