Kabar24.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Petrokimia Gresik Rahmad Pribadi mengaku ada yang mengaitkan dirinya di perkara kasus dugaan suap jasa pelayaran atau sewa menyewa kapal antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Rahmad rampung diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Humpuss, Taufik Agustono.
Usai menjalani pemeriksaan, dia mengatakan bahwa semua keterangan yang diketahuinya di perkara ini sudah dijelaskan ke penyidik KPK.
"Tanya saja pada penyidik tadi sudah saya jelaskan semua. Tapi yang jelas pada sidang tipikor sebelumnya sudah terang benderang bahwa saya hanya diikut-ikutkan saja, karena ada yang mengkaitkan. Kira-kira gitu," tutur Rahmad, sebelum meninggalkan Gedung KPK, Kamis (21/11/2019).
Rahmad Pribadi sebelumnya memang pernah diperiksa sebagai saksi pada 4 Juli 2019 untuk mantan anggota Komisi VI DPR Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso.
Rahmad juga pernah dihadirkan jaksa penuntut umum pada KPK sebagai saksi dalam persidangan jasa pelayaran untuk terdakwa Bowo Sidik Pangarso di Pengadilan Tipikor.
Dalam persidangan, Bowo Sidik sebelumnya mengaku bahwa Rahmad meminta bantuan dirinya untuk menyelesaikan persoalan PT HTK terkait sewa menyewa kapal.
Nama Rahmad juga muncul dalam dakwaan Bowo Sidik sebagai pihak yang memperkenalkan Bowo Sidik Pangarso pada General Manager Komersial PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti selaku terdakwa pemberi suap.
Adapun perkenalan itu terjadi di suatu pertemuan di restoran Penang Bistro, Jakarta medio Oktober 2017 silam yang juga dihadiri oleh pemilik PT Tiga Macan Steven Wang.
Permintaan Asty itu lantaran kerja sama antara PT HTK dengan PT Kopindo Cipta Sejahtera (KCS) yang merupakan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik diputus pada 2015 setelah berdirinya PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) yang menjadi perusahaan induk BUMN pupuk.
Terkait pertemuan itu, Rahmad tak langsung menjawab pertanyaan wartawan dan menyarankan agar mengonfirmasinya langsung pada penyidik KPK.
Namun demikian, dia berjanji akan turut serta mengungkap kasus ini secara terang benderang. Dia juga membantah bahwa kasus ini ada kaitannya dengan PT Petrokimia Gresik.
"Yang jelas saya selaku warga negara menginginkan bisa membantu KPK untuk menyelidiki ini dan membuka secara terang benderang kasus ini sehingga tugas KPK bisa berjalan dengan baik. KPK sangat lancar dan sopan," ujarnya.
Dalam kasus ini, mantan Direktur HTK Taufik Agustono telah dijadikan tersangka baru menyusul mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso dan orang kepercayaannya Indung Andriani serta GM Komersial PT HTK Asty Winasti yang lebih dulu dijerat KPK.
Taufik diduga menyuap Bowo Sidik agar membantu PT HTK mendapatkan kerja sama kembali sewa menyewa kapal dengan PT Pilog. Taufik pun diduga mengalirkan uang pada Bowo Sidik secara bertahap.
Kasus ini bermula ketika PT HTK memiliki kontrak pengangkutan dengan cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik selama tahun 2013-2018. Namun, pada 2015 kontrak ini dihentikan karena membutuhkan kapal dengan kapasitas lebih besar, yang tidak dimiliki PT HTK.
Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan pupuk PT Pupuk Indonesia. Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik Pangarso.
Bowo kemudian bertemu dengan Asty Winasti untuk membicarakan dan mengatur agar PT HTK tidak kehilangan pasar penyewaan kapal. Pertemuan ini kemudian dilaporkan pada Taufik.
Kemudian Taufik diduga bertemu dengan beberapa pihak termasuk Asty dan Bowo Sidik untuk menyepakati kelanjutan kerja sama sewa menyewa kapal yang sempat terhenti pada 2015.
Dalam proses tersebut, kemudian Bowo meminta sejumlah fee dan tersangka Taufik membahasnya dengan internal manajemen dan menyanggupi sejumlah fee untuk Bowo.
Akhirnya, pada 26 Februari 2019 dilakukan MoU antara PT Pilog dengan PT HTK. Salah satu materi MoU adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.
Setelah adanya MoU tersebut disepakati untuk pemberian fee dari PT HTK kepada Bowo dibuatkan satu perjanjian antara PT HTK dengan PT Inersia Ampak Engineers, perusahaan milik Bowo, untuk memenuhi kelengkapan administrasi pengeluaran oleh PT HTK.
Kemudian Bowo meminta kepada PT HTK untuk membayar uang muka Rp1 miliar atas dicapainya penandatanganan MoU antara PT HTK dan PT Pilog.
Permintaan ini lantas disanggupi tersangka Taufik juga disetujui oleh Komisaris PT HTK. Namun, dengan pertimbangan terlalu besar untuk diberikan sekaligus, maka dibuatkan termin pembayarannya.
Uang pun lantas dialirkan PT HTK pada Bowo Sidik pada rentang waktu 1 November 2018 hingga 27 Maret 2019.
Rinciannya adalah, US$59.587 pada 1 November 2018; US$21.327 pada 20 Desember 2018, US$7.819 pada 20 Februari 2019, dan Rp89.449.000 pada 27 Maret 2019.
Atas perbuatan tersebut, tersangka Taufik disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.