Bisnis.com, JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku akan meminta masukan para pakar terkait perlu tidaknya Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat (TP4) untuk dibubarkan.
Hal itu diungkap Burhanuddin usai bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (8/11/2019).
Burhanuddin mengaku bahwa pelaksanaan TP4 masih banyak kekurangan. Namun, sebelum pertimbangan untuk dibubarkan atau tidak pihaknya akan mengevaluasi terlebih dahulu.
"Seperti juga yang saya sampaikan pada waktu kami RDP dengan DPR. Kami akan mengevaluasi TP4. Memang ada banyak kebocoran-kebocoran. Saya akan coba nanti buat analisa, kemudian kami juga akan rapatkan dengan teman-teman," kata dia.
Burhanuddin mengatakan bahwa evaluasi tersebut tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kejaksaan Agung. Masukan dari pakar pun diharapkan menjadi jalan tengah apakah TP4 sebagai upaya pencegahan korupsi ini dibubarkan atau dievaluasi secara menyeluruh.
"Saya akan bicarakan mungkin dengan para pakar juga perlu tidaknya TP4 ini kita bubarkan atau mungkin kita akan ganti bentuknya terkait dengan substansi yang tidak jauh dan pola pengawasannya akan lebih kami tingkatkan," tuturnya.
Burhanuddin pun mengaku meminta waktu untuk mengevaluasi TP4 untuk kemudian mengambil kesimpulan dari hasil evaluasi tersebut.
Sebelumnya, desakan untuk dibubarkannya TP4 maupun TP4D muncul dari Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman yang mengatakan bahwa TP4D maupun TP4P dinilai lebih banyak mudaratnya dibandingkan kebaikannya dalam menjalankan tugas di lapangan.
Dia merujuk kasus penangkapan Jaksa yang tergabung dalam TP4D dan TP4P oleh tim penyidik KPK di Yogyakarta dan Solo yang dinilai telah mencoreng wajah Kejaksaan.
"Pada praktiknya, kan, tim itu tidak bisa mencegah terjadinya korupsi, malahan masih banyak yang korupsi meskipun sudah bekerja sama dengan Tim TP4D maupun TP4P," tutur Boyamin, Kamis (22/8/2019).
Dalam kasus itu, KPK pun telah menetapkan tiga tersangka yaitu Jaksa di Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang juga anggota TP4D, Eka Safitra; Jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta Satriawan Sulaksono; dan Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana.
Jaksa tersebut diduga akan menerima komitmen fee sebesar 5% atau Rp415 juta dari nilai proyek, yang telah dimenangkan oleh PT Widorokandang, bendera perusahaan yang dipinjam oleh gabriella, sebagai pemenang lelang yang telah diatur dengan nilai kontrak Rp8,3 miliar.
Lelang proyek tersebut terkait dengan rehabilitasi Saluran Air Hujan di Jalan Supomo pada Dinas PUPKP Kota Yogyakarta.
Adapun uang suap yang sudah diterima adalah sebesar Rp221.740.000 secara tiga tahap, masing-masing Rp10 juta pada 16 April 2019; Rp100.870.000 pada 15 Juni 2019, dan Rp110.870.000 pada 19 Agustus 2019.
Proyek infrastruktur tersebut seharusnya dikawal oleh tim TP4D dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang salah satu anggotanya adalah tersangka Eka Safitra selaku anggota TP4D.
Tak hanya kasus itu, Boyamin juga merujuk pada kasus oknum pejabat di Kejari Bali yang diduga memeras pemenang proyek dan tender dengan nilai antara Rp100 juta hingga Rp300 juta.
Kemudian, meminta uang Rp50 juta kepada Kepala Desa dan mengajak temannya untuk ikut pengadaan buku perpustakaan Desa dengan keuntungan 35%.