Kabar24.com, JAKARTA — Soesilo Aribowo, penasihat hukum mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir, berharap agar kliennya diputus bebas majelis hakim hari ini.
Terdakwa kasus kerja sama proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1 itu akan menjalani sidang putusan oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor, Senin (4/11/2019).
Soesilo mengatakan bahwa harapan itu setidaknya terlihat dari fakta persidangan dan pasal yang dituduhkan jaksa pada Sofyan.
"Harapan saya tentu putusan ini yang terbaik yaitu bebas atau paling tidak seringan-ringannya," ujar Soesilo sebelum masuk ke agenda persidangan.
Soesilo juga mengaku belum terpikir soal langkah lanjutan apabila kliennya diputus bersalah oleh hakim.
Dia mengaku akan menentukannya melalui waktu pikir-pikir selama sepekan mengingat harus didiskusikan dengan Sofyan Basir.
Sidang vonis hari ini tampak seperti sidang-sidang sebelumnya. Beberapa karyawan PT PLN dan keluarga Sofyan turut hadir seperti biasanya.
Adapun Sofyan Basir mengaku siap mendengar apapun putusan hakim. Namun, dia berharap hakim memvonis bebas dirinya.
"Sehat alhamdulillah. [harapannya] yang terbaik, yang terbaik. Kepinginnya bebas," ujar Sofyan sesaat sebelum masuk agenda sidang pembacaan putusan, Senin.
Sofyan mengaku dalam sidang putusan ini dihadiri oleh keluarganya. Dia pun berharap hakim memutuskan yang terbaik.
"Ya, bebas harapannya, ya."
Sebelumnya, Sofyan Basir dituntut 5 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sofyan Basir diyakini berperan dalam memfasilitasi pertemuan antara mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, eks Sekjen Golkar Idrus Marham, dan salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd., Johannes B. Kotjo.
Sofyan diyakini melakukan pemufakatan jahat karena membantu dan mengetahui adanya transaksi suap dari Kortjo pada Eni Saragih dan Idrus Marham terkait proyek senilai US$900 juta tersebut.
"Menyatakan terdakwa Sofyan Basir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi sebagaimana dakwaan pertama," ujar jaksa Ronald Worotikan membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (7/10/2019).
Selain kurungan badan, jaksa juga menuntut mantan direktur utama PT PLN (Persero) itu membayar denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Tuntutan jaksa berdasarkan dakwaan Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 11 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jaksa mengatakan bahwa hal yang memberatkan hukuman Sofyan adalah tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Sedangkan hal meringankan adalah bersikap sopan di persidangan, belum pernah di hukum dan tidak ikut menikmati hasil tindak pidana suap yang dibantunya," kata jaksa.
Jaksa mengatakan bahwa tujuan sofyan membantu Kotjo dan yang lainnya bertujuan untuk mempercepat proses kesepakatan Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT PJB Investasi (PJBI), BNR, dan China Huadian Engineering Company Limited (CHEC).
Padahal, Sofyan disebut mengetahui bahwa Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang atau fee sebagai imbalan dari Johannes Budisutrisno Kotjo.
Jaksa mengatakan untuk mendapatkan proyek tersebut, Johannes Kotjo menyuap Eni Saragih dan Idrus Marham senilai Rp 4,7 miliar.
Sedangkan Sofyan, diduga turut memuluskan praktik suap tersebut karena proyek PLTU Riau-1 berada di dalam ranah PLN.
Menurut Jaksa, Sofyan juga turut menghadiri pertemuan-pertemuan di sejumlah tempat dengan Eni Saragih, Idrus Marham, dan Johannes Kotjo untuk memuluskan proyek tersebut.