Kabar24.com, JAKARTA — Maqdir Ismail, penasihat hukum terdakwa Tubagus Chaeri Wardhana alias Wawan mempersoalkan soal dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU)
Sebelumnya, jaksa KPK mendakwa adik mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu melakukan TPPU senilai lebih Rp500 miliar.
Menurut jaksa, pencucian uang itu dari kasus korupsi pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten melalui APBD dan APBN-Perubahan Tahun Anggaran (TA) 2012.
Selain itu, pengadaan tanah pada Biro Umum dan Perlengkapan Sekretariat Daerah Banten dan pengadaan alat kesehatan kedokteran umum di Puskesmas Kota Tangerang Selatan pada APBD-P TA 2012.
"Predikat crime-nya itu tadi, hanya pengadaan di Banten dan Tangsel yaitu tahun 2012. Nah, sementara harta yang disita itu mulai dari 2005, bahkan 2002, 2003. Pertanyaannya, dimana predikat crime-nya? Itulah yang menjadi persoalan pokok, itu yang akam kami persoalkan," kata Maqdir, usai sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Kamis (31/10/2019).
Persoalan itu akan disampaikan penasihat hukum pada nota keberatan atau eksepsi yang rencananya akan dibacakan pada persidangan dua pekan ke depan.
Maqdir mempersoalkan terkait pinjaman Wawan pada bank yang masuk dalam dakwaan jaksa KPK sebagai pencucian uang.
"Pinjaman kepada bank, kok, jadi objek TPPU? Bagaimana bisa seperti itu?," ujar Maqdir.
Tak hanya itu, tim penasihat hukum juga akan mencermati lebih lanjut soal mobil mewah yang diperuntukkan pada aktris seperti Catherine Wilson, Jeniffer Dunn, Rebecca Soejatie Reijman, Aimah Mawaddah Warahmah alias Aima Diaz hingga Reni Yuliana.
Maqdir mengatakan harus ada kesesuaian antara hasil kejahatan pencucian uang atau bukan sehingga jaksa seharusnya menunjukan hal itu.
"Apakah harta yang lain itu termasuk mobil apakah dari hasil kejahatan ini atau bukan? Itu, kan, mesti ditunjukkan," kata Maqdir.
Menurut dia, jaksa dalam dakwaannya hanya mengungkapkan sejumlah keuntungan yang seolah-olah semua itu didapatkan Wawan dari tindak pidana korupsi.
"Ini, kan, yang enggak benar."
Sebelumnya, jaksa menyatakan bahwa perbuatan Wawan dilakukan bersama-sama dengan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah selaku kakak kandungnya.
Menurut jaksa, terdakwa Wawan melakukan pencucian uang dengan cara menempatkan atau mentransfer sejumlah uang yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi pada rekening atas nama sendiri, orang lain, perusahaannya, maupun perusahaan yang dikendalikannya.
Perbuatan suami dari Wali Kota Tangerang Airin Rachmi Diany tersebut dilakukan selama kurun waktu 2005—2010 serta 2010—2019.
Rinciannya, Wawan menggunakan rekening orang lain, terdakwa, perusahaan milik terdakwa atau perusahaan yang berafiliasi dengan terdakwa dengan saldo seluruhnya sejumlah Rp39,94 miliar.
Pembelian kendaraan bermotor Rp235 juta; pembelian tanah dan bangunan dengan luas tanah 138 meter persegi dan luas bangunan 279 meter persegi di Perumahan Alam Sutera Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan senilai Rp2,35 miliar dan pembelian kendaraan motor Rp59,10 miliar.
Kemudian, pembelian tanah dan bangunan dengan total Rp228,94 miliar dan 3.782,5 dolar Australia; pembayaran asuransi dengan saldo Rp8,57 miliar; pembiayaan keperluan Pilkada Tangsel Airin Rachmi Diany tahun 2010—2011 sebesar Rp2,9 miliar.
Selanjutnya, pembuatan surat perjanjian pemborongan pembangunan SPBE PT Buana Wardana Utama senilai Rp7,71 miliar; membiayai Ratu Atut Chosiyah dalam Pilgub Banten tahun 2011 Rp3,82 miliar; mengajukan kredit BNI Griya Multiguna Rp22,4 miliar; dan mengajukan biaya proyek/modal kerja ke BNI sebesar Rp57 miliar dan Rp4 miliar.
Lalu, menyewakan 1 unit apartemen dengan perabotannya yang terletak di Jalan Lingkar Mega Kuningan selama 2 tahun dengan harga sewa per tahun sebesar US$60.000 atau sekitar Rp786 juta; menyimpan uang di kantor PT Bali Pasific Pragama (PT BPP) Gedung The East Rp68,499 juta, US$4.120, 1.656 dolar Singapura, dan GBP3.780.
Kemudian, menyimpan uang hasil operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE) atas nama PT Java Cons sebesar Rp2,5 miliar; menyimpan uang hasil operasional Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Nomor 34-42129 atas nama yang sama sebesar Rp3,3 miliar.
Pada kurun waktu 2005—2010, pencucian uang yang dilakukan Wawan adalah menggunakan rekening sendiri, orang lain, perusahaan miliknya dengan saldo akhir Rp356 juta.
Kemudian, pembelian kendaraan pelbagai merek senilai Rp16,06 miliar; pembelian tanah dan bangunan Rp57,437 miliar; menukarkan kendaraan Innova Rp200 juta; mengalihkan 65 kepemilikan tanah dan bangunan Rp12,098 miliar; mendirikan SPBE dan SPBU Rp10,03 miliar; dan membiayai Pilkada Kabupaten Serang untuk Ratu Atut Chosiyah Rp4,5 miliar.
Tak hanya itu, Wawan juga didakwa jaksa korupsi pengadaan alkes (alat kesehatan) atau alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten untuk Tahun Anggaran (TA) 2012 Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
Dia juga mengatur proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada APBD TA 2012 dan APBD-P TA 2012 serta mengarahkan pelaksanaan pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan Provinsi Banten TA 2012.
Wawan dalam kasus alkes itu memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp94,3 miliar.