Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto akhirnya resmi ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan. Dia memiliki sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam lima tahun ke depan.
Pengamat Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta mengatakan Menhan perlu membangun postur pertahanan yang mampu melakukan deteksi dini dan cegah dini terhadap ancaman negara.
Terutama ancaman yang bersifat asimetris dengan menggunakan teknologi. Kondisi ini dinilai perlu diantisipasi dengan peningkatan teknologi tertentu untuk mencegah gangguan tersebut.
"Saat ini perkembangan ancaman terorisme cukup pesat, serangan terorisme dengan menggunakan drone cukup merepotkan juga, kemudian serangan cyber terutama untuk propaganda, seperti yang terjadi di Papua perlu diantisipasi," katanya saat dihubungi Bisnis, Rabu (23/10/2019).
Di samping itu, model perang konvensional menurutnya akan semakin ditinggalkan. Penggantinya adalah perang dengan pemakaian teknologi.
Kendatipun ancaman tersebut memang ada, namun pemerintah diminta tidak pula abai terhadap isu-isu ideologi. Menurutnya pemahaman ideologi juga bisa menjadi ancaman negara yang cukup serius.
"Kementerian pertahanan punya tanggung jawab besar untuk mencegah hal tersebut. Membangun postur pertahanan agar mencapai Minimum Essential Force sesuai amanat pembangunan nasional," sebutnya.
Prabowo akan menjadi menteri yang memegang pos anggaran terbesar. Berdasarkan buku APBN 2020, Kementerian Pertahanan akan mengelola dana senilai Rp127,4 triliun.
Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan APBN 2019 senilai Rp109,6 triliun. Bahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berada di kementerian tersebut dengan anggaran Rp120,2 triliun.
Prabowo akan lebih dekat dengan alat pertahanan negara. Anggaran besar tersebut terbagi dalam sejumlah pos seperti pengadaan alutsista, pemeliharaan alat tempur hingga perawatan senjata.