Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah korban meninggal akibat Topan Hagibis yang melanda Jepang dilaporkan terus meningkat dan tim penyelamat masih bekerja keras untuk melakukan pencarian korban.
Menurut laporan Reuters, Selasa (15/10/2019), jumlah korban yang tewas bertambah menjadi 66 orang. Badai topan tersebut dikatakan merupakan yang paling parah yang melanda Jepang sejak 1958.
Selain itu, sekitar 15 orang dinyatakan hilang hampir tiga hari setelah Topan Hagibis melanda Jepang tengah dan timur pada Sabtu (12/10) malam. Lebih dari 200 orang terluka dalam badai tersebut. Tim penyelamat masih kesulitan menyelinap melalui lumpur dan puing-puing.
Korban paling banyak ditemukan di prefektur Fukushima di sebelah utara Tokyo yakni sebanyak 25 orang meninggal dan masih banyak yang dinyatakan hilang. Di daerah ini, ada setidaknya 14 tanggul yang yang jebol sepanjang Sungai Abukuma, yang berkelok-kelok dan melewati sejumlah kota yang merupakan area pertanian tersebut.
Para korban menggambarkan bagaimana ketinggian air naik dengan cepat hingga setinggi dada dalam tempo hanya satu jam dan waktu kejadian pada malam hari, membuat mereka sulit untuk melarikan diri ke tempat yang lebih tinggi. Mengutip pemberitaan NHK, korban yang tewas di Fukushima adalah mayoritas orang tua.
Fukushima merupakan lokasi pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang pernah lumpuh akibat gempa bumi dan tsunami pada 2011. Namun pejabat dari Tokyo Electric Power Co. yang memiliki pabrik tersebut, menyatakan tidak ada kebocoran air yang terkontaminasi.
Selain tanggul jebol, Topan Hagibis - yang berarti “cepat” dalam bahasa Tagalog - juga menyebabkan 140 kejadian tanah longsor dan 200 sungai meluap. Saat ini sekitar 133.000 rumah tangga masih sulit mengakses air bersih dan 22.000 rumah kekurangan listrik.
Sementara itu, Perdana Menteri Shinzo Abe memperingatkan bahwa dampak dari bencana tersebut terhadap ekonomi dapat berkepanjangan. Namun pemerintah, kata dia, akan melakukan apapun untuk membantu memulihkan keadaan para korban.