Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa kasus jual beli jabatan di Kementerian Agama, Romahurmuziy, langsung menyatakan banding atas putusan sela majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta Pusat.
Banding dilayangkan Romahurmuziy alias Rommy melalui penasihat hukumnya, Maqdir Ismail, setelah eksepsi atau nota keberatan tidak diterima hakim pada Rabu (9/10/2019).
Maqdir mengatakan alasan pokok pihaknya mengajukan banding lantaran terdapat kontradiksi antara putusan praperadilan dan putusan sela.
Dalam putusan praperadilan sebelumnya, Maqdir menyatakan bahwa kewenangan memeriksa keabsahan penyelidikan, penangkapan, dan penyadapan disebutkan bukan dalam kewenangan praperadilan.
Sebaliknya, merujuk dalam putusan sela majelis hakim, Maqdir mengatakan bahwa majelis hakim menyatakan hal tersebut berada dalam kewenangan praperadilan.
"Justru karena kontradiksi inilah maka kami [ajukan banding]. Saya kira ini untuk kepentingan kita bersama, bukan hanya untuk kepentingan Pak Rommy, ini harus kita uji kebenarannya," ujar dia usai sidang putusan sela.
Maqdir juga mengatakan bahwa dalam eksepsi telah disampaikan terkait dugaan penerimaan Rommy untuk menguji kebenaran faktual pada surat dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengujian itu terkait dengan dugaan penerimaan Rommy yang dalam dakwaan berjumlah seluruhnya Rp325 juta. Dari jumlah tersebut, Rommy menerima Rp255 juta, sedangkan sisanya Rp70 juta tidak disebutkan secara jelas dalam surat dakwaan siapa penerima uang itu.
"Jaksa baru menyatakan bahwa uang Rp70 juta itu diterima oleh [Menteri Agama] pak Lukman [Hakim Saifuddin] ketika mereka menyampaikan tanggapan terhadap eksepsi kami. Sebelum itu, kan, tidak [dijelaskan]. Begitu juga mengenai uang yang dikirim atau disampaikan atau diberikan oleh Muafaq," kata Maqdir.
Menurut Maqdir, dalam putusan sela itu hakim beralasan dan menganggap bahwa hal tersebut masuk dalam pokok perkara yang harus dilakukan melalui serangkaian pemeriksaan.
Namun demikian, Maqdir mengaku akan mengikuti semua keputusan hakim tersebut.
"Saya kira kami akan ikuti. Tapi paling tidak kami tunjukkan itu, ini ada yang salah [dalam surat dakwaan]. Ini ada yang tidak tepat disebutkan di surat dakwaan," katanya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menolak eksepsi dari terdakwa Romahurmuziy terkait perkara pengisian jabatan di Kementerian Agama.
Majelis hakim menyatakan bahwa surat dakwaan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa Romahurmuziy alias Rommy telah memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana pasal 156 juncto pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP.
"Menyatakan keberatan terdakwa dan tim penasihat hukum terdakwa Muhammad Romahurmuziy tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri, membacakan putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (9/10/2019).
Atas putusan tersebut, majelis hakim memerintahkan jaksa KPK untuk melanjutkan pemeriksaan pokok perkara suap jual beli jabatan di Kemenag atas terdakwa Rommy.
Selain itu, majelis hakim juga dalam putusannya menyatakan berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini lebih lanjut.
Majelis hakim menimbang bahwa sejumlah poin eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Rommy dianggap telah masuk pokok perkara dan harus dibuktikan di persidangan sehingga patut dikesampingkan.
Dalam perkara ini, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy didakwa bersama-sama dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima suap dari mantan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Haris Hasanudin.
Suap dimaksud disebutkan terkait dengan pengisian jabatan di Kementerian Agama.
Dalam dakwaan jaksa KPK disebutkan bahwa uang suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jatim Haris Hasanuddin seluruhnya mencapai Rp325 juta. Adapun total yang diterima Rommy sebesar Rp255 juta.
Selain itu, Rommy didakwa menerima suap sebesar Rp91,4 juta dari mantan Kakanwil Kemenag Kabupaten Gresik Muhamad Muafaq Wirahadi. Sebagian uang suapnya sebesar Rp41,4 juta dipergunakan sepupu Rommy, Abdul Wahab, untuk keperluan kampanye.
Atas perbuatannya, Rommy didakwa jaksa melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.