Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Skema Desentralisasi BPJS Kesehatan

Pengelolaan pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat layanan publik itu.
Calon pasien menunggu antrean/ANTARA-Aprillio Akbar
Calon pasien menunggu antrean/ANTARA-Aprillio Akbar
 
Bisnis.com, JAKARTA -- Pengelolaan pembiayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan oleh pemerintah daerah diharapkan dapat memperkuat layanan publik itu.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan dalam rencana desentralisasi BPJS Kesehatan itu nantinya pemerintah daerah berperan lebih besar pada layanan manajemen dan pengelolaan.

"[Uangnya] bukan dari pemerintah daerah, manajemennya saja," kata Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (8/10/2019).

Dalam mekanisme desentralisasi BPJS Kesehatan ini nantinya pemerintah pusat akan menyerahkan sejumlah dana untuk dikelola masing-masing daerah. Jumlah dana yang ditempatkan dari pusat itu akan disesuaikan dengan jumlah penduduk ditiap wilayah.

"Artinya lebih desentralistis. Kalau sudah [iuran] naik tidak ada lagi defisitnya," katanya.

Jusuf Kalla menambahkan penyehatan keuangan BPJS Kesehatan itu mutlak dilakukan. Pasalnya sistem layanan kesehatan publik ini melindungi seluruh masyarakat Indonesia. 

"Kalau tidak diperbaiki ini seluruh sistem layanan kesehatan kita bisa rusak semua. rumah sakit terutama rumah sakit swasta, rumah sakit pemerintah pun kena. Kemudian pabrik obat kesulitan, seluruh sistem bisa rusak," katanya. 

Kenaikan tarif juga diharapkan mampu membuat badan meningkatkan standar layanan di rumah sakit. Saat ini dengan kondisi defisit maka tidak ada ruang bagi BPJS Kesehatan memperkuat inovasi.

"Tapi ini perlu diketahui bahwa naiknya tarif itu tidak akan membebani orang miskin. Penerima Bantuan Iuran serta yang dibiayai oleh Pemerintah [iuran BPJS Kesehatannya] mencapai 120 juta," katanya.

Saat ini pemerintah tengah menyiapkan Instruksi Presiden guna pengaturan pemberian sanksi bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan yang menunggak membayar iuran.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan sanksi itu akan diatur dalam Instruksi Presiden atau Inpres yang tengah digodok di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

"Soal sanksi, kami sedang siapkan proses teknis selanjutnya yang diatur dalam Inpres. Penyusunan ini dikoordinasikan oleh Kemenko PMK," ujar Fachmi di kantor Kementerian Konunikasi dan Informatika, Senin (7/10/2019).

Menurut Fachmi, peserta yang terdata menunggak iuran akan memperoleh kesulitan dalam berbagai proses pengurusan administrasi di antaranya memperpanjang surat izin mengemudi atau SIM dan paspor. Dari sisi perbankan, peserta juga akan terhambat saat mengajukan kredit.

Kepala Pusat Pemberdayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalsum Komaryani mengatakan pemerintah sedang menyiapkan bauran kebijakan yang ditengarai akan berdampak bagi keberlangsungan operasional BPJS Kesehatan.

Selain Inpres, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan pun menerbitkan beleid yang mengatur review kelas bagi peserta untuk meningkatkan kualitas layanan.

"Kami juga sedang menyiapkan peraturan untuk perbaikan sistem manajemen, administrasi klaimnya. Terus ada sistem rujukan, ada juga strategyc purcasing, ada pencegahan fraud, ada sinergisme dengan badan penyelenggara lainnya," tuturnya.

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mencatat, 50 persen peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri penerima Jaminan Kesehatan Nasional saat ini menunggak iuran. Dari 32 juta total peserta mandiri yang ada saat ini, 16 juta di antaranya tercatat tidak tertib membayar premi.

"Jadi sampai saat ini masih 50 persen yang bayar. (Setengahnya) Dia mendaftar pada saat sakit dan setelah dapat layanan kesehatan dia berhenti tidak bayar premi lagi," kata Mardiasmo.

Mardiasmo mengatakan tunggakan peserta mandiri menyebabkan defisit yang ditanggung BPJS Kesehatan terus membengkak. Pada 2018, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan mencatat BPJS Kesehatan telah mengalami gagal bayar sebesar Rp 9,1 triliun. Sedangkan tahun ini, defisit tersebut diduga akan meyentuh Rp 32,84 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Anggara Pernando
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper