Bisnis.com, KUPANG - Mantan Juru Bicara Pro Otonomi, Florencio Mario Vieira, mengatakan, sebagai mayoritas beragama Katolik, warga Timor Timur (Timtim) pro-NKRI yang menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum B.J. Habibie agar hidupnya tenang disisi Tuhan Yang Maha Esa.
"Keputusan Habibie melaksanakan jajak pendapat di Timur Timur bagi pihak pro-kemerdekaan pasti gembira, sedangkan yang pro-Indonesia pasti merasa kecewa, tetapi sebagai warga Timor Timur pro-NKRI yang menetap di Indonesia pasti memaafkan dan mendoakan almarhum B.J. Habibie," kata Florencio Mario Vieira di Kupang, Kamis (12/9/2019).
Dia mengemukakan hal itu ketika dimintai komentarnya seputar wafatnya Presiden RI ketiga B.J. Habibie, dan perannya dalam kasus Timor Timur.
Menurut Mario peran BJ Habibie sangat penting dalam sejarah Timor Timur melalui keputusannya tentang jajak Pendapat di Timor-Timur.
Dia mengatakan, bagi pihak yang pro-kemerdekaan pasti gembira dan menyambut keputusan itu, sedangkan yang pro-Indonesia pasti merasa kecewa dan berdampak terhadap ratusan ribu warga yang meninggakan bumi Loro Sae dan tinggal di kamp-kamp pengungsi.
Selama 20 tahun hidup di luar tanah kelahiran, banyak warga eks Timtim yang memilih bergabung ke NKRI, dan menjadi warga negara Indonesia sudah mulai menerima kenyataan hidup dalam ketidakpastian.
Baca Juga
Namun, kata dia, sebagai mayoritas beragama Katolik, warga Timor Timur pro-NKRI yang menetap di Indonesia pasti memberikan maaf dan mendoakan B.J. Habibie agar hidup tenang.
Dia menambahkan, dari aspek demokratis, keputusan jajak pendapat layak disebut demokratis, namun momentum pengambilan keputusan kurang tepat.
"Dari aspek demokratis layak, namun momentumnya kurang tepat atau terburu-buru, sehingga hasilnya chaos besar-besaran dan berdampak pada banyaknya korban di kedua belah pihak," kata Mario Viera.
Bahkan chaos tersebut sampai terjadi embargo dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Indonesia.
Seperti kita ketahui bahwa, baru 13 hari yang lalu atau 9 September 2019, peringatan 20 tahun pelaksanaan jajak pendapat 30 Agustus 1999.