Bisnis.com, JAKARTA – International Energy Agency (IEA) mengatakan pada Kamis (12/9/2019) bahwa permintaan minyak global sedang menghadapi hambatan ekonomi menyusul pelemahan harga yang disebabkan oleh pasokan yang melimpah, setelah Amerika Serikat secara singkat mengungguli Arab Saudi sebagai eksportir terbesar di dunia.
"Dengan harga minyak saat ini sekitar 20 persen lebih rendah dari tahun lalu, akan ada dukungan bagi konsumen," kata IEA dalam laporan bulanannya, seperti dikutip Reuters.
"Booming produksi minyak shale telah memungkinkan AS untuk mendekat dan secara singkat menyalip Arab Saudi sebagai eksportir minyak utama dunia pada bulan Juni, setelah ekspor minyak mentah melonjak AS di atas 3 juta barel per hari (bph),” lanjut mereka.
Badan yang berbasis di Paris ini mempertahankan estimasi pertumbuhan permintaan minyak global selama 2019 pada 1,1 juta barel per hari dan 1,3 juta barel per hari untuk tahun depan, dengan asumsi tidak ada gangguan lebih lanjut dalam pembicaraan perdagangan AS-China dan berkurangnya ketegangan seputar Iran.
Rebound dalam produksi AS setelah dihantam Topan Dorian bersama dengan pertumbuhan output Brasil dan Laut Utara diperkirakan mendorong produksi dari luar Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), tambahnya.
Pertumbuhan produksi non-OPEC diperkirakan meningkat menjadi 2,3 juta bph pada tahun 2020, naik 400.000 dari tahun ini. Sementara itu, permintaan minyak mentah OPEC akan mencapai 28,3 juta barel per hari di paruh pertama tahun 2020, 1,4 juta barel per hari lebih rendah dari produksi pada Agustus.
Perbedaan produksi ini dapat mendorong OPEC dan sekutunya termasuk Rusia untuk meninjau kembali pakta pembatasan produksi mereka.
"Neraca pasar tersirat (akan) kembali ke surplus yang signifikan dan memberikan tekanan pada harga. Tantangan manajemen pasar tetap merupakan hal yang menakutkan hingga tahun 2020,” ungkap IEA.