Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta adanya pertemuan dengan pemerintah dan DPR untuk melihat lebih jauh pasal mana saja yang akan direvisi di draf RUU KPK.
Hal ini menyusul Presiden Joko Widodo yang telah mengirim surat presiden (surpres) RUU KPK ke DPR dengan Daftar Inventaris Masalah (DIM) terkait pasal mana saja yang mesti direvisi atau tidak, Rabu (11/9/2019).
"Pimpinan KPK akan minta bertemu dengan Pemerintah dan DPR karena kami tidak mengetahui pasal-pasal mana saja yang akan direvisi?," ujar Wakil Ketua Laode M Syarif, Kamis (12/9/2019).
Laode mengaku sangat menyesalkan dengan sikap pemerintah dan DPR yang terkesan menyembunyikan sesuatu dalam membahas rencana revisi UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Tidak ada sedikitpun transparansi dari DPR dan Pemerintah."
Menurut Laode, dengan sikap tersebut dinilai akan menjadi preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia di mana DPR dan Pemerintah dinilai berkonspirasi secara diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga dalam hal ini KPK.
Baca Juga
Alasannya, tak ada sedikitpun pemberitahuan atau berkonsultasi ke lembaga antirasuah tentang hal-hal apa saja yang akan direvisi dari undang-undang yang Pemerintah dan DPR rencanakan tersebut.
"Ini jelas bukan adab yang baik."
Di sisi lain, Laode mempertanyakan apakah sikap serupa akan berlaku pada lembaga lain seperti Kepolisian atau Kejaksaan oleh Pemerintah dan DPR.
"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan Pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" tanya Laode.
Rencana revisi UU No. 30/2002 tentang KPK sebelumnya disepakati semua fraksi sebagai RUU atas usulan inisiatif badan legislatif DPR untuk kemudian dibahas bersama pemerintah.
Diberitakan Bisnis, Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Surpres yang dikirim Presiden Jokowi ke DPR dengan DIM dinilai banyak sekali merevisi draf RUU KPK oleh DPR.
Pratikno menekankan perumusan UU harus disepakati bersama antara pemerintah dengan DPR kendati lembaga legislatif itu memiliki kewenangan dalam merumuskan produk perundang-undangan.
Hal tersebut merujuk pada penekanan Jokowi yang selalu menekankan bahwa KPK merupakan sebuah lembaga independen yang memiliki kelebihan-kelebihan dibandingkan lembaga pemberantasan korupsi lainnya.
“Mandatnya itu, jelas sangat tegas prosesnya saya kira sudah diterima DPR,” Pratikno di Kantor Sekretariat Negara, Rabu (11/9/2019).
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah hanya menyetujui separuh dari RUU KPK. Salah satu isyarat yang disetujui adalah pembentukan Dewan Pengawas dan penerbitan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3).