Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemindahan Ibu Kota, WWF: Indonesia Harus Gelar Konsultasi Publik Standar Internasional

Lembaga NGO WWF (World Wide Fund for Nature) mengaku masih menunggu kajian final terkait rencana pemindahan Ibu Kota RI dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.
Direktur WWF Indonesia Rizal Malik/Bisnis-Wisnu Wage
Direktur WWF Indonesia Rizal Malik/Bisnis-Wisnu Wage

Bisnis.com, BANDUNG—Lembaga NGO WWF (World Wide Fund for Nature) mengaku masih menunggu kajian final terkait rencana pemindahan Ibu Kota RI dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.

Direktur WWF Indonesia Rizal Malik mengatakan pihaknya sampai saat ini masih menunggu wacana pemindahan Ibu Kota Negara bergulir menjadi serius berupa kajian dan kepastian payung hukum.

Menurutnya sesuai aturan upaya mengubah sebuah bentang alam menjadi Ibu Kota RI membutuhkan kajian terkait tata ruang. “Jadi kami akan lihat itu apakah sudah ada atau belum?” Katanya di Gedung Pakuan, Bandung, Jumat (5/9/2019).

Selain itu pentingnya dokumen analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) karena pemindahan Ibu Kota Negara akan memberi pengaruh pada lingkungan. “Jadi saya kira rencana pemindahan ini baru wacana dan percakapan,” ujarnya.

Rizal mengatakan kalau rencana ini akan dieksekusi maka harus memenuhi rencana tata ruang. Namun penyusunan dan perubahan tata ruang sendiri harus melalui proses konsultasi dengan publik. “Kalau itu mengganggu lingkungan harus ada Amdal, dan Amdal harus ada konsultasi publik,” tuturnya.

Jika di kawasan tersebut ada masyarakat adat yang terpengaruh dengan pembangunan besar-besaran maka berdasarkan standar internasional yang sudah diterima pemerintah Indonesia harus ada konsultasi bernama free, prior informed consent. “Jadi sebelumnya masyarakat tempatan harus diinformasikan, tahu, dan harus setuju,” ujarnya.

Posisi WWF dalam hal ini menurutnya akan melihat sejauhmana Pemerintah Indonesia mematuhi aturan mainnya dari tata ruang, amdal hingga free, prior informed consent. “Ini baru wacana, kalau sudah diketok undang-undangnya, kita baru bisa melihat,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper