Bisnis.com, JAKARTA — Pembahasan revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat sejak 2016. Akan tetapi ditunda setelah ada banyak penolakan dari masyarakat.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon mengatakan bahwa saat itu tidak mungkin revisi yang berhubungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini dipaksa untuk lanjut.
“Jadi tidak kondusif untuk dibahas dan memang dianggap bahwa ketika itu belum ada urgensinya,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Kini legislatif memunculkan lagi revisi sebagai usulan DPR. Fadli menjelaskan bahwa memang sudah harus dilakukan perubahan UU KPK. Poin-poin yang diganti cukup masuk akal.
“Itu soal SP3 [surat penghentian penyidikan perkara], soal pengawas, soal aturan main soal penyadapan, dan seterusnya. Jadi, saya kira seharusnya ini bisa juga poin untuk perbaikan dan mungkin justru membuat institusi KPK itu semakin kuat dalam hal governance di dalamnya,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Laode M Syarif menegaskan bahwa perubahan UU 30 Tahun 2002 tentang KPK merupakan upaya pelemahan secara diam-diam.
Baca Juga
Syarif saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (5/9/2019) menyatakan bahwa pemerintah dan DPR telah membohongi rakyat Indonesia karena dalam program mereka selalu menyuarakan penguatan terhadap KPK.
“Pada kenyataannya mereka berkonspirasi melemahkan KPK secara diam-diam,” katanya.