Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan Singapura Chan Chun Sing mengatakan bahwa negaranya tetap terbuka untuk pekerja asing yang terampil, terutama di sektor teknologi, untuk memastikan ekonomi tetap kompetitif secara global.
Menurut Chan, Singapura tidak mampu mengambil pandangan yang sempit dan menggunakan pendekatan proteksionisme layaknya negara lain yang merasa perlu membuat sebuah batas untuk melindungi industri dan pekerja lokal.
Pernyataan ini dia lontarkan saat menjawab pertanyaan dari anggota parlemen tentang apakah ada kebutuhan untuk program pemerintah baru yang bertujuan membantu perusahaan teknologi menarik pekerja asing yang terampil, mengingat ekonomi yang memburuk di tengah misi pemerintah untuk memperkuat tenaga kerja lokal.
"Dengan kekurangan keterampilan global di sektor teknologi, jika Singapura tidak tetap terbuka untuk bakat asing, kita hampir pasti akan tertinggal," kata Chan, seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (2/9/2019).
Dia mengutip negara-negara seperti Perancis dan Thailand, yang baru-baru ini membuat perubahan pada program visa kerja mereka untuk menarik lebih banyak pekerja profesional yang terampil dalam bidang teknologi.
Chan juga menambahkan bahwa negara harus mendukung pertumbuhan pekerjaan di sektor yang tumbuh dengan pesat ini melalui pembukaan potensi penerimaan yang lebih tinggi.
"Dalam jangka pendek, keterampilan ini akan datang dari pekerja profesional global. Namun, kita harus mengambil pandangan strategis tentang hal ini untuk mendapatkan imbalan jangka panjang bagi warga Singapura," tuturnya.
Data pemerintah Singapura menunjukkan bahwa lebih dari 74.000 tempat pelatihan telah beroperasi dengan TechSkills Accelerator, sebuah program yang pertama kali diumumkan dalam anggaran 2016 untuk meningkatkan keterampilan pekerja dalam teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, Universitas dan institut pendidikan tinggi lainnya menawarkan sekitar 200 kursus terkait teknologi penuh waktu.
Pada tahun akademik 2018, ada pendaftaran lebih dari 63.000 penduduk setempat dalam kursus ini, yang menerima dana dari pemerintah sekitar 1,1 miliar dolar Singapura.
Tenaga kerja asing telah lama menjadi topik yang sensitif secara sosial di Singapura, yang menurut rencana akan mengadakan pemilihan umum dalam 18 bulan ke depan.
Singapura telah memperketat persyaratan untuk mempekerjakan para profesional asing dalam beberapa tahun terakhir, dan mengatakan pada bulan Februari kuota untuk pekerja asing di sektor jasa akan semakin berkurang.
Risiko resesi yang membayangi dengan tingkat pertumbuhan serta sedikit kenaikan dalam pengangguran warga negara, meskipun tetap rendah dalam standar global menjadi sebesar 3,3%, telah membawa masalah ini kembali menjadi pusat perhatian.
Tetapi Chan mengatakan Singapura tidak dapat duduk diam di tengah kekurangan bakat teknologi global, mengutip kekhawatiran yang diajukan oleh perusahaan dengan rencana ekspansi seperti Alibaba dan Grab.
“Kami hanya memiliki ruang yang kecil untuk membangun karir profesional, startup, dan perusahaan kelas atas dalam jumlah besar. Langkah yang kita ambil hari ini akan memutuskan apakah kita akan sukse sebagai hub teknologi, atau tidak. Kita harus bergerak sekarang, dan bergerak cepat," kata Chan.