Bisnis.com, JAKARTA -- Pekan lalu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump meningkatkan tensi perang dagang dengan mengumumkan penambahan tarif impor yang lebih tinggi sebagai tanggapan dari keputusan tarif baru dari China.
Dalam sebuah pengumuman, Trump mengatakan tarif 25% eksisting terhadap impor China senilai US$250 miliar akan naik menjadi 30% pada 1 Oktober, bersamaan dengan peringatan ke-70 berdirinya Republik Rakyat China.
Di sisi lain, rencana penerapan tarif 10% untuk produk impor China lainnya senilai US$300 miliar akan mengalami kenaikan menjadi 15% dan dimulai dengan tahap pertama pada 1 September dan dilanjutkan pada 15 Desember.
"China dengan tegas menenta dan mendesak Washington untuk menghentikan perbuatan ini atau mereka akan menanggung konsekuensinya," menurut sebuah pernyataan dari Kementerian Perdagangan China, seperti dikutip melalui Bloomberg, Minggu (25/8/2019).
Kebijakan Trump ini juga merupakan tanggapan Washington atas pengumuman yang disampaikan China beberapa hari sebelumnya yang berencana untuk menerapkan tarif tambahan terhadap impor AS senilai US$75 miliar.
Tarif tambahan sebesar 5% dan 10% tersebut ditargetkan pada produk yang sensitif secara politis seperti kedelai, minyak mentah dan pesawat kecil. China juga memberlakukan kembali tarif mobil dan suku cadang mobil yang berasal dari Amerika Serikat.
"Perusahaan-perusahaan besar Amerika dengan ini diperintahkan untuk segera mulai mencari alternatif, termasuk membawa kembali perusahaan Anda ke dan membuat produk Anda di AS," tulis Trump.
Langkah itu dilakukan tak lama sebelum presiden meninggalkan Washington untuk menghadiri KTT G7 di Prancis, isu perlambatan ekonomi global menjadi salah satu agenda utama yang akan dibahas.
Pada kesempatan lain, dalam sebuah pernyataan pemerintah China menyatakan bahwa tindakan AS bersifat unilateral, merusak sistem proteksionisme perdagangan, dan menerapkan tekanan bagi pihak lawan.
“Keputusan China untuk menerapkan tarif tambahan didorong oleh sikap unilateralisme dan proteksionisme AS,” ujar Kementerian Perdagangan China mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Meskipun para perunding perdagangan dari China dan AS telah mengadakan diskusi lain pada awal Agustus, kedua pihak tampaknya tidak siap untuk melakukan kompromi yang signifikan dan belum ada tanda-tanda gencatan senjata jangka pendek.
Perselisihan yang berlarut-larut telah memicu kekhawatiran tentang resesi global, mengguncang kepercayaan investor dan mendorong bank sentral di seluruh dunia untuk melonggarkan kebijakan dalam beberapa bulan terakhir.