Bisnis.com, JAKARTA -- Bergantung pada ekspor dan top industri mobil, mesin, dan bahan kimia dunia dalam lebih dari seratus tahun, ekonomi terbesar Eropa kini berada pada titik kritis.
Ekonomi Jerman selama hampir 2 tahun terakhir kerap terhantam proteksionisme Presiden AS Donald Trump hingga ketidakpastian Brexit pada saat perusahaan lokal tengah berjuang pada sistem transisi berisiko tinggi ke produk yang lebih ramah lingkungan dan perkembangan pabrik digital yang lebih efisien.
Penggerak ekonomi Uni Eropa tersebut menyusut pada kuartal kedua tahun ini dan pelemahan diperkirakan akan berlanjut hingga kuartal ketiga.
Tanda peringatan terbaru muncul pada Kamis (22/8/2019), ketika indeks nasional menunjukkan pesanan di pabrik dan perusahaan jasa turun pada laju tercepat dalam 6 tahun terakhir.
Seperti dilansir melalui Bloomberg, sebagian besar perusahaan Jerman saat ini memprediksi output akan mengalami penurunan untuk 12 bulan ke depan, fenomena serupa terjadi terakhir kali pada 2014.
Dengan kegiatan bisnis sehari-hari yang terganggu oleh permainan kekuatan geopolitik, perusahaan raksasa Jerman seperti Siemens AG, BASF SE dan Daimler AG terpaksa menurunkan perkiraan laba dan mencari cara untuk memotong beban operasional.
Sementara itu, perusahaan dengan skala lebih kecil seperti Huebner, yang bergerak di bidang manufaktur menyampaikan bahwa tekanan yang mereka alami lebih berat.
"Pergeseran ke pasar baru yang menguntungkan dilakukan karena pabrikan besar memperlakukan pemasok dengan harga yang lebih rendah," kata CEO Reinhard Huebner, seperti dikutip melalui Bloomberg, Jumat (23/8/2019).
Menurut Huebner, produk seperti folding bellows, yang menghubungkan bus dan gerbong trem adalah bisnis yang lebih aman daripada industri mobil karena kota-kota di seluruh dunia berinvestasi lebih banyak dalam transportasi umum.
Tantangan dari ketidakpastian pasar memaksa Huebner GmbH, pemasok karet dan plastik berusia 73 tahun yang mempekerjakan 3.300 orang di seluruh dunia, menjual unitnya yang memproduksi pedal akselerator, key pad, dan komponen bodi mobil setelah diperas oleh pembuat mobil Jerman.
Alih-alih, perusahaan ini akan fokus pada produksi suku cadang dan komponen untuk transportasi umum serta mencoba sebuah upaya terbaru yakni membuat peralatan laser.
Huebner menyumbang 35% dari pendapatan perusahaan dan 58% dari pekerjaan terhadap Mittelstand, sebutan bagi perusahaan kecil dan menengah di negara berbahasa Jerman.
Perusahaan seperti ini sering kali memiliki portofolio sebagai perusahaan keluarga, sehingga mereka tidak memiliki uang tunai penyangga untuk mengatasi penurunan.
Mereka juga tidak berada pada posisi yang tepat untuk menghadapi tantangan struktural seperti perubahan dramatis pada dasar-dasar manufaktur modern.
Andreas Fehler, juru bicara Asosiasi Kimia Baden-Wuerttemberg, mengatakan bahwa posisi UKM saat ini terhimpit di antara perusahaan besar dan pelanggan mereka.
"Mereka mengirim pasokan untuk industri otomotif atau mesin yang sedag melemah. Kita lihat sendiri bagaimana mereka mencoba untuk bertahan dalam beberapa pekan terakhir. Ini adalah sebuah masalah," katanya.
Tantangan utama yang dihadapi manufaktur Jerman adalah transisi menuju Industri 4.0. Konsep ini mengacu pada apa yang disebut revolusi industri keempat ketika produsen di seluruh dunia berubah menjadi digital.
Tujuannya adalah untuk menggabungkan robotika, pembelajaran mesin, komputasi awan, data besar dan Internet of Things untuk menciptakan pabrik pintar yang mampu menghasilkan produksi yang lebih baik dan lebih efisien.
Meskipun istilah tersebut berasal dari Jerman, negara ini ternyata tidak memiliki instrumen yang baik untuk menghadapi transisi, dengan kekurangan dalam berbagai hal mulai dari pelatihan perangkat lunak hingga infrastruktur internet.
Menurut sebuah laporan oleh Kamar Dagang Bavaria, di tengah keluhan tentang kurangnya dukungan pemerintah dan kurangnya tenaga kerja terlatih, Mittelstand tertinggal dalam upaya penelitian dan pengembangan.
Bavaria, tempat asal BMW dan Audi, hanya mencapai target pengeluaran R&D-nya sebesar 3% dari PDB berkat pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan besar.
Menurut Olaf Wortmann, seorang ahli ekonomi di Asosiasi Industri Teknik Mesin Jerman, perusahaan Jerman perlu melihat jauh rencana bisnis pada masa depan di tengah masalah politik seperti Brexit dan ketegangan perdagangan telah mendistorsi faktor penting lainnya mulai dari perubahan nilai tukar dan harga bahan baku.
"Kondisinya sangat mengerikan sekarang. Anda dapat mempersiapkan diri dengan mencoba mengatasi semua tantangan teknis. Tapi hanya menunggu tidak akan membuat perubahan apapun," ujar Wortmann.