Bisnis.com, JAKARTA— Dunia riset Indonesia saat ini sangat membutuhkan adanya Technology Transfer Office (TTO). Hal ini penting dilakukan agar riset di Indonesia makin maju dan hasilnya tidak semata-mata menjadi ilmu.
Salah satu peran utama TTO adalah membawa penelitian ke ranah komersial atau terapan. Untuk itu, dibutuhkan dukungan yang kuat baik dari dunia pendidikan dan industri.
Profesor Budi Wiweko, Wakil Direktur Medical Education Research Insitute (IMERI) Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) mengatakan bahwa saat ini masih terjadi kesenjangan atau gap antara penelitian translasional dengan terapan.
Kondisi ini membutuhkan dukungan yang kuat dari pihak industri agar mampu memberikan perubahan yang signifikan sesuai kebutuhan masyarakat. Menurutnya salah satu dukungan yang dapat diberikan adalah dengan menaruh perhatian besar pada perkembangan TTO.
Hampir seluruh universitas terkemuka di dunia telah melakukan hal tersebut, salah satunya adalah Association University Technology Managers (AUTM). Organisasi ini bertugas untuk mengkordinir semua TTO yang terdapat di universitas di Amerika Serikat.
Sejak 1996 sampai 2015 AUTM telah mendorong 380.000 invensi dan 80.000 diantaranya telah mendapatkan paten. Artinya, dalam 19 tahun hanya 20 persen invensi yang berujung mendapatkan hak paten dan memiliki potensi ke ranah komersialisasi.
“Karena itu penelitian harus terus diasah, didorong , difasilitasi pemerintah, akademisi, dan industri. Selain itu juga dibutuhkan komunikasi intensif, kondusif dan interaktif untuk membuka peluang prototipe penelitian masuk ke ranah komersialisasi,” ujar profesor yang kerap disapa Iko ini. Dia merupakan pendiri dari Indonesian Innovation for Health (INNOVATE) FK-UI, sebagai TTO pertama bidang kesehatan di Indonesia.
Ketua Business Innovation Center Kristanto Santosa mengatakan bahwa tantangan lain di bidang inovasi teknologi di Indonesia yaitu kontinuitas pengembangan karya dan inovasi. Banyak sekali ide wirausaha yang kreatif yang muncul, tetapi unit yang bertugas sebagai komunikator atau endoser manajemen para peneliti dirasa masih kurang. Inilah yang mebuat inovasi hanya menjadi realitas ide yang tidak dapat di konsumsi oleh masyarakat.
Selain itu, proses mendapatkan hak paten juga menjadi kendala besar, sangat lambat, bahkan dapat memakan waktu sampai 11 tahun. Untuk itu, diperlukan adanya badan usaha yang kuat sebagai wadah peneliti dapat meneruskan hasil penelitiannya menjadi sebuah produk yang berguna bagi masyarakat.
“TTO sebenarnya sudah diisyaratkan untuk dibentuk dalam UU nomor 18 tahun 2002 pasal 13 yang diganti menjadi UU Sistem Nasional IPTEK tahun 2019. Dalam UU, dijelaskan bahwa perguruan tinggi dan litbang wajib mengusahakan penyebaran informasi penelitian dan pengembangan melalui Sentra Hak Kekayaan Intelektual (HKI),” terangnya dalam keterangan pers yang diterimaBisnis (Kamis, 15/8/2019).
Sayangnya dari 80 Sentra HKI, hanya 3 yang memiliki pengalaman dan kemampuan mengelola alih teknologi dan kekayaan intelektual atau berperan sebagai TTO. Itulah sebabnya, universitas di Indonesia didorong untuk berperan sebagai research and development bagi dunia industri sehingga akan mendorong percepatan komersialisasi produk riset.