Bisnis.com, JAKARTA -- Gelombang unjuk rasa yang terjadi di seantero Hong Kong selama beberapa bulan terakhir tak hanya memengaruhi warga biasa di kota pelabuhan itu. Para taipan dengan nilai kekayaan mencapai miliaran dolar AS pun tak lepas dari dinamika yang terjadi.
Bloomberg Billionaires Index mencatat nilai kekayaan sepuluh taipan terkaya yang asetnya sebagian besar berasal dari perusahaan-perusahaan yang melantai di bursa Hong Kong, sudah kehilangan sekitar US$19 miliar sejak 23 Juli 2019.
Dilansir dari Bloomberg, Selasa (6/8/2019), tanggal tersebut merupakan hari terakhir bursa Hong Kong ditutup menghijau sebelum terkoreksi selama 9 hari berturut-turut.
Nilai kekayaan Li Ka-shing, orang terkaya Hong Kong, sudah menyusut 8,8 persen atau US$2,7 miliar menjadi US$27,9 miliar per Senin (5/8). Ini merupakan penurunan terbesar dari sepuluh taipan terkaya Hong Kong.
Miliuner lain yang hartanya juga berkurang adalah Lee Shau Kee. Pada 23 Juli, nilainya masih US$26 miliar tapi kemudian terpangkas menjadi US$23,6 miliar per 5 Agustus.
Yang Huiyan juga harus rela hartanya menciut 9 persen dari US$22,3 miliar menjadi US$20,3 miliar dalam periode yang sama. Baik Yang maupun Lee dan Li, mendapatkan kekayaan mereka dari bisnis properti.
Adapun tujuh nama lainnya adalah Ma Huateng yang kekayaannya turun 4,3 persen menjadi US$36,8 miliar, Hui Ka Yan turun 6,4 persen menjadi US$29,6 miliar, Henry Cheng turun 12,4 persen menjadi US$17,8 miliar, Lui Che-Woo turun 11,6 persen menjadi US$17,3 miliar. Kemudian, harta Zhang Zhidong turun 5,2 persen menjadi US$15,4 miliar, Raymond Kwok turun 10,1 persen menjadi US$12,9 miliar, dan Peter Woo turun 13,3 persen menjadi US$12,8 miliar.
Analis UOB Kay Hian Shaun Tan mengatakan situasi yang dihadapi Hong Kong saat ini, masih belum jelas akan mengarah ke mana.
"Situasinya terus meningkat ke area yang belum jelas, jadi sekarang investor pun memilih wait and see. Masih sulit untuk melihat ke mana ini semua akan mengarah," paparnya.
Harga properti di Hong Kong dikenal sangat mahal, tapi dengan luasan yang sangat minim. Kota yang merupakan salah satu pusat keuangan dunia ini juga menjadi kota termahal di sisi tempat tinggal.
Selain aksi protes yang terus terjadi dan pengaruhnya meluas ke layanan publik, isu perang dagang AS-China telah lebih dulu berpengaruh terhadap kekayaan para orang terkaya.
Namun, efeknya tak sebesar krisis politik saat ini. Gelombang unjuk rasa yang terjadi berpengaruh terhadap performa ritel dan pariwisata, yang turut menjadi penopang ekonomi kota tersebut.
Baca Juga
Serangkaian aksi unjuk rasa di Hong Kong dipicu oleh rencana pemerintah setempat menerapkan RUU Ekstradisi, yang memungkinkan pelaku kejahatan untuk disidang di pengadilan di China daratan. Tetapi, sekarang isunya sudah meluas menjadi tuntutan untuk memberlakukan sistem yang lebih demokratis.
Sejak diserahkan oleh Inggris ke China pada 1997, Hong Kong menganut "One Country, Two Systems". Artinya, meski warga Hong Kong menikmati kebebasan yang lebih besar dibandingkan penduduk China daratan, tapi sistem pemerintahannya tetap mengacu ke Beijing.