Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II (Persero) Andra Agussalam ditetapkan sebagai tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran diduga menerima suap senilai 96.700 dolar Singapura.
Andra diduga menerima suap dari staf PT INTI Taswin Nur selaku orang kepercayaan pejabat PT INTI terkait dengan proyek pengadaan pekerjaan baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propertindo (anak usaha AP II) yang dilaksanakan oleh PT INTI tahun 2019
KPK menduga, uang suap yang setara Rp1 miliar itu bukan sebagai penerimaan pertama. Selain itu, mantan Direktur Administrasi dan Keuangan PT Len Industri (Persero) 2008–2015 itu juga rupanya diduga "bermain" dalam pengadaan proyek lain.
Lantas, berapa sebenarnya nilai harta kekayaan Andra?
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyenggara Negara (LHKPN), Andra melaporkan harta kekayaannya pada 31 Juli 2018. Total, dia memiliki harta sebesar Rp28.664.804.499 yang terbagi dalam harta bergerak dan tidak bergerak.
Harta tidak bergerak berupa empat bidang tanah dan bangunan senilai Rp20.893.921.375 yang tersebar di beberapa kawasan Jakarta dan Bogor.
Kemudian, harta bergerak berupa alat transportasi dan mesin dengan nilai Rp2.008.000.000 yang terdiri dari mobil Toyota Alphard, Mercedes Benz E400, Honda Jazz dan Mazda 2. Tak hanya itu, dia juga memiliki harta bergerak lainnya dengan nilai Rp305.000.000.
Dia juga tercatat memiliki surat berharga senilai Rp376.072.500, kas dan setara kas Rp5.156.577.570. Namun demikian, dalam laporannya, Andra tercatat memiliki hutang sebesar Rp74.766.946.
Berdasarkan verifikasi KPK, laporan tersebut pun dinyatakan lengkap.
Mengatur Proyek
Perkara ini diawali dengan operasi tangkap tangan yang menjaring Andra dan dua orang lainnya pada Rabu (31/7/2019) malam. Dalam kegiatan tersebut, KPK mengamankan uang senilai 90 ribu dolar Singapura atau setara Rp1 miliar.
Dalam kontruksi perkara, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan mulanya KPK menerima informasi bahwa PT INTI akan memperoleh pekerjaan BHS yang akan dioperasikan oleh PT Angkasa Pura Propertindo (APP) selaku anak usaha AP II dengan nilai kurang lebih Rp86 miliar untuk pengadaan di enam bandara yang dikelola oleh PT AP ll.
Pada awalnya, PT APP berencana melakukan tender pengadaan proyek BHS, tetapi Andra malah mengarahkan anak usahanya itu agar proyek BHS tersebut ditunjuk secara langsung kepada PT INTI.
Padahal, kata Basaria, dalam pedoman perusahaan penunjukan langsung hanya dapat dilakukan apabila terdapat justifikasi dari unit teknis bahwa barang dan jasa hanya dapat disediakan oleh satu pabrikan, satu pemegang paten, atau perusahaan yang telah mendapat izin dan pemilik paten.
"AYA [Andra Agussalam] juga mengarahkan adanya negosiasi antara PT APP dan PT INTI untuk meningkatkan DP [down payment] dari 15 persen menjadi 20 persen untuk modal awal PT INTI dikarenakan ada kendala cashflowdi PT INTI," kata Basaria dalam konferensi pers, Kamis (1/8/2019) malam.
Selanjutnya, atas arahan Andra tersebut lantas ditindaklanjuti oleh Executive General Manager, Divisi Airport Maintenance AP II Marzuki Battung guna menyusun spesifikasi teknis yang mengarah pada penawaran PT INTI.
"Berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal sehingga kontrak pengadaan BHS belum bisa terealisasi," kata Basaria.
Staf PT INTI Taswin Nur mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di PT Angkasa Pura II di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (2/8/2019)./Antara
Andra juga mengarahkan Direktur PT APP Wisnu Raharjo agar mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI agar uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
"AYA diduga menerima uang 96.700 dolar Singapura sebagai imbalan atas tindakannya mengawal agar proyek BHS dikerjakan oleh PT INTI," kata Basaria.
Atas perbuatannya, Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dia resmi ditahanan selama 20 hari pertama di Rutan K4 cabang KPK tepatnya di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun, Taswin selaku pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Dia pun ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur selama 20 hari pertama.