Bisnis.com, JAKARTA—Menjadikan Ketua MPR dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bisa menjadi alternatif untuk menjadikan lembaga itu sebagai rumah kebangsaan dengan kakarakter negarawan mengingat tarikan partai politiknya tidak kuat.
Demikian dikatakan oleh Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Philips J. Vermonte dalam diskusi bertajuk “MPR Rumah Kebangsaan” bersama politisi sekaligus Anggota DPR Fraksi PPP, Arwani Tohmafi, Jumat (2/8/2019).
Menurut Philips, keterpilihan seorang anggota DPD lebih kuat dari sisi konstituen dan kewilayahan. Sadangkan konstituen Anggota DPR terbatas pada beberapa kabupaten sehingga tidak merata.
"Saya setuju Ketua MPR dari DPD. Pemilih dia mendapatkan suara yang jauh lebih banyak dari caleg DPR sehingga lebih respresentatif,” ujarnya.
Hanya saja, Philips menegaskan apakah para anggota DPR akan iklhas melepas jabatan tersebut karena kepentingan partai politik untuk posisi tersebut tidak dapat dihindari.
Dia mengatakan bahwa sosok seorang ketua MPR selain sebagai negarawan, juga harus terlepas dari kepentingan partai politik. Selain itu Philips juga setuju jika ketua MPR adalah sosok yang telah selesai dengan dirinya secara ekonomi sehingga dia lebih banyak memikirkan negara ketimbang memikirkan pribadi dan partai politik.
“Secara Basis politik elektroal, DPD lebih representatif untuk jadi ketua MPR sekalipun dari tokoh partai yang mencalonkan diri untuk DPR,” ujarnya.
Sejauh ini sejumlah nama disebut-sebut akan maju sebagai calon ketua DPD dan berpotensi menjadi pimpinan MPR. Mereka di antaranya termasuk senator asal DKI Jakarta Jimly Assidiqqie, Wakil Ketua DPD Nono Sampono (Maluku), mantan Wakil Ketua DPD Ratu Hemas (DI Yogyakarta) serta La Nyalla Mattalitti (Jatim) serta Fadel Mohammad dari Gorontalo.
Sedangkan untuk pimpinan MPR dari unsur DPR ada nama seperti Ahmad Basarah (PDIP), Ahmad Muzani (Gerindra), Aziz Syamsuddin (Golkar) serta Muhaimin Iskandar (PKB).