Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Sentral Jepang masih berupaya mempertahankan kondisi ekonomi dengan menunda ekspansi stimulus tetapi berkomitmen untuk mendorong ekonomi jika perlambatan global membahayakan pemulihan ekonomi negara.
Dampak dari perang dagang Amerika Serikat-China yang telah mengarahkan kebijakan sejumlah bank sentral dari ekonomi utama untuk menjadi lebih longgar, memberikan tekanan kepada BOJ, yang memiliki tidak cukup ruang kebijakan untuk menghadapi penurunan yang signifikan.
Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda mengatakan, bank sentral akan menguatkan komitmen mereka untuk bertindak secara preemptive terhadap risiko ekonomi, karena kebijakan proteksionis dan ketegangan perdagangan menunda rebound yang diharapkan dalam pertumbuhan global.
Menurut Kuroda, Jepang belum kehilangan momentum untuk mencapai target inflasi bank sentral, atau bahwa ada risiko yang akan terjadi pada masa depan.
"Namun risiko eksternal terus meningkat. Jika berlangsung lebih lama, maka risiko untuk Jepang juga akan menjadi lebih tinggi dan mengancam momentum ekonomi untuk mencapai target. Jika demikian, kami akan melakukan pelonggaran tanpa ragu-ragu," kata Kuroda pada konferensi pers, seperti dikutip melalui Reuters, Selasa (30/7/2019).
Seperti yang diantisipasi oleh pasar, BOJ mempertahankan tingkat suku bunga jangka pendek pada -0,1% dan berjanji untuk menjaga imbal hasil obligasi pemerintah dengan tenor 10 tahun pada kisaran 0%.
Bank sentral juga tidak mengubah panduan kebijakan maupun komitmen mereka terhadap kebijakan moneter masa depan, di mana suku bunga akan dijaga pada tingkat ekstra-rendah setidaknya sampai dengan musim semi 2020.
Pejabat BOJ baru-baru ini mengatakan, bank sentral tidak akan ragu untuk mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter jika ekonomi kehilangan momentum untuk mencapai target inflasi 2%.
"Dalam kata lain, langkah ini bisa disebut sebagai pelonggaran preemptive," kata Kuroda.
Kuroda mengatakan peningkatan risiko di luar negeri kemungkinan akan menjadi pemicu terbesar untuk pelonggaran tambahan.
Dia menyampaikan bahwa pertumbuhan global telah melambat, khususnya di Eropa dan China. Akibatnya, ekspor Jepang ke China turun dan sentimen bisnis memburuk.
Menurutnya, untuk mengantisipasi dampak tersebut BOJ dapat memotong suku bunga, meningkatkan pembelian aset, mempercepat pencetakan uang atau menggabungkan langkah-langkah tersebut.
“Bagaimanapun, kami akan mempertimbangkan langkah-langkah dalam kerangka kebijakan kami saat ini dengan memperhatikan potensi penurunan ke sektor perbankan. Kami masih memiliki berbagai cara untuk melonggarkan kebijakan," tambahnya.