Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) tanggapi adanya dugaan kebocoran dan jual beli data Nomor Induk Kependudukan (NIK) e-KTP di media sosial.
Menurut Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, data e-KTP atau NIK yang tersebar di media sosial bukan berasal dari institusinya. Dia memastikan data kependudukan yang disimpan Ditjen Dukcapil aman dari peretasan atau pencurian.
“Juga tidak ada kerjasama untuk memberikan nomor HP karena dalam data kependudukan tidak ada elemen berupa nomor HP,” ujar Zudan dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (29/7/2019).
Menurut Zudan, selama ini akses data kependudukan hanya diberikan institusinya kepada setiap lembaga yang memberikan layanan publik. Pemberian data itu dibolehkan berdasarkan Pasal 58 ayat (4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Adminduk.
Kerja sama pemanfaatan data kependudukan yang dimiliki Ditjen Dukcapil juga telah berjalan sejak 2013. Hingga kini sudah ada 1.227 lembaga yang bekerja sama terkait pemanfaatan data dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri.
“Pemberian akses data kependudukan ini justru dapat mencegah fraud (kecurangan) hingga kejahatan pemalsuan dokumen. Terlebih lagi para lembaga swasta tersebut juga harus memenuhi sejumlah syarat sebelum disetujui untuk menggunakan data dari Dukcapil,” tuturnya
Baca Juga
Soal kemungkinan penyalahgunaan data, UU Adminduk disebut Zudan sudah mengatur tentang perlindungan data pribadi ini. Setiap orang yang melanggar penggunaan data di luar peruntukannya dapat dikenakan sanksi denda dan pidana maksimal dua tahun penjara.
Pada kesempatan yang sama, Zudan juga menjelaskan kemungkinan bocornya data e-KTP atau nomor handphone masyarakat sehingga disalahgunakan pihak-pihak tertentu
Menurutnya, kemungkinan bocornya data itu bisa muncul saat seseorang mengurus pembukaan polis asuransi, menginap di hotel, atau melakukan transaksi daring. “Pihak yang menyebarkan data pribadi secara melawan hukum harus ditindak,” tuturnya.