Kabar24.com, JAKARTA — Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyoroti persoalan penggunaan narkotika di Indonesia khususnya bagi penghuni lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.
Hal itu disampaikan Menkumham Yasonna menyusul diangkatnya politisi PDIP tersebut dalam jabatan Profesor dengan status sebagai dosen tidak tetap dalam bidang Ilmu Kriminologi.
Surat pengangkatan ditandatangani Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pada 11 Juli 2019.
Selama ini, Yasona memang kerap menjadi dosen tidak tetap pada Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.
"Ada satu keanehan kejahatan narkoba ini sudah melebihi 50% dari penghuni lapas dan rutan seluruh di Indonesia,” kata Yasonna dikutip pada Kamis (25/7/2019).
Yasonna mengatakan persoalan narkoba di Indonesia ingin dapat ditangani secara holistik dan tidak hanya dari segi penegakan hukum saja.
Dia ingin ada kajian atau penelitian ilmiah yang dapat berkontribusi menyelesaikan persoalan narkotika di Indonesia.
Mengutip data Kementerian Hukum dan HAM akhir tahun 2018, diketahui bahwa penghuni lapas di Indonesia mencapai 256.273 orang.
Sementara itu, kapasitas hunian lembaga pemasyarakatan hanya untuk 126.164 orang. Artinya, penghuni lapas mencapai 203% dari daya tampungnya.
Dalam laporan tersebut, Yasonna mengatakan bahwa penambahan penghuni itu setiap tahunnya rata-rata mencapai angka 22.000 orang.
Rinciannya, pada 2017 jumlah penghuni lapas mencapai 232.080, meningkat dibandingkan pada 2016 yakni 204.549 orang, dan 2015 hanya sebanyak 173.572 orang. Sedangkan pada 2018 meningkat 24.197 orang.
Masih pada data yang sama, diketahui sejumlah narapidana khusus terdiri dari 5.110 napi korupsi, lalu 74.037 bandar narkoba, 41.252 napi narkoba pengguna, 441 napi teroris, 165 pencucian uang, dan 890 pelaku penebangan liar atau illegal logging.
Di sisi lain, Yasonna juga mendorong lembaga yang dipimpinnya melakukan upaya dari segi akademisi untuk mengatasi persoalan narkoba di Indonesia.
"Itu sebabnya saya sudah meminta ada penelitian khusus yang kita lakukan tentang itu [narkoba],” ujarnya.
Yasonna yang juga tercatat sebagai anggota The American Society of Criminology serta anggota The Shoutern Sociological Society ingin pengalamannya dalam segi keilmuan dapat berkontribusi bagi masyarakat luas.
"Dengan ini saya pasti berbakti dan melakukan tugas-tugas saya sebagai seorang dosen di PTIK. Dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman saya di kriminologi, lalu di DPR terlebih di Menteri, yang berurusan juga dengan lapas. Pengalaman ini akan saya gunakan sebagai bahan-bahan kuliah dan ilmu pengetahuan atau mungkin juga di tempat-tempat lain yang mengundang saya sebagai dosen atau tenaga pengajar,” papar Yasonna.
Dia juga berharap agar pengalamannya tersebut berkontribusi bagi lembaga penegak hukum ataupun instansi terkait yang memiliki andil dalam penanganan narkotika di Indonesia.
"Apakah kita mau melakukan pendekatan hukum atau pendekatan kesehatan," kata Yasonna.
Menurut Yasonna, jika pendekatan yang digunakan adalah kesehatan maka pengguna yang sudah bertahun-tahun jalan keluarnya hanyalah rehabilitasi bukan penjara. Hal inilah yang menurutnya dilakukan oleh negara-negara lain.
"Maka saya menyuruh litbang yang ada di kementerian kami untuk melakukan penelitian yang lebih komprehensif tentang kejahatan narkotika. Yang dilakukan ini sekarang nanti saya mau tahu hasilnya, datanya yang banyak supaya menjadi bahan kami untuk melakukan analisis," ucap Yasonna.