Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa mantan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin membacakan nota pembelaan atau pleidoi dihadapan Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019).
Dalam pleidoinya, Haris mengaku karirnya secara tiba-tiba hancur karena terlibat kasus suap pengisian jabatan di Kemenag. Dia merasa berdosa dan bersalah atas perbuatannya tersebut.
"Saya juga harus menanggung malu kepada keluarga, kerabat, dan tetangga," katanya.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya menutut Haris 3 tahun penjara, denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan lantaran menyuap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin senilai Rp325 juta.
Haris pun meminta majelis hakim untuk memberikan keringanan dalam putusannya dengan alasan masih memiliki tanggungan untuk anak dan istri. Dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tersebut.
"Saya adalah tulang punggung keluarga. Saya menyesal atas perbuatan saya, bawa aib ke keluarga saya. Berjanji di hadapan Tuhan, saya tidak akan ulangi lagi," katanya.
Baca Juga
Sebelumnya, Haris dinilai jaksa KPK terbukti bersalah melakukan tindak pidana suap kepada mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin senilai Rp325 juta.
Dari nilai suap tersebut, Romahurmuziy disebut menerima suap sebesar Rp255 juta dan Lukman Hakim sebesar Rp70 juta. Suap diberikan untuk memuluskan pengisian jabatan sebagai Kepala Kantor Kemenag Jawa Timur.
"Menyatakan, terdakwa Haris Hasanuddin terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Abdul Basir saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Selain kurungan badan, Jaksa meminta Haris membayar uang pengganti senilai Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menolak permohonan justice collaborator yang diajukan Haris karena tidak memenuhi syarat.
Jaksa mengatakan hal yang memberatkan Haris adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, merusak citra agama, akhlak dan moralitas selaku pejabat publik.
Adapun hal yang meringankan adalah belum pernah di hukum, berterus terang, dan menyesal dalam perbuatannya.
Jaksa Abdul Basir membeberkan pemberian uang dari Haris kepada Rommy yang dilakukan di kediaman Rommy masing-masing pada 6 Januari 2018 senilai Rp5 juta sebagai komitmen awal dan 6 Februari senilai Rp250 juta.
Sementara itu, kepada Menag Lukman, ujar Basir, Haris memberikan uang secara langsung yang diberikan pada 1 Maret 2019 di Hotel Mercure Surabaya. Uang tersebut bersumber dari beberapa Kepala Kantor Kementerian Agama di Jawa Timur.
Kepada Menag Lukman, Haris memberikan uang Rp20 juta melalui ajudan Lukman bernama Herry Purwanto yang diberikan pada 1 Maret 2019 di Hotel Mercure Surabaya.
Namun, Basir mengatakan bahwa di persidangan, Lukman Hakim yang menjadi saksi mengaku tidak pernah menerima uang sebesar Rp50 juta di Hotel Mercure Surabaya dan hanya menerima Rp10 juta di Tebu Ireng Jombang.
Menurut jaksa, keterangan Menag Lukman Hakim tersebut hanya merupakan tambahan sepihak karena bertentangan dengan alat-alat bukti.
"Berdasarkan uraian dan fakta dan argumentasi di atas kami berkesimpulan unsur memberi sesuatu telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum," kata jaksa.
Atas perbuatannya, Haris diyakini jaksa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.